Kamis, 17 Oktober 2013

Peningkatan Pemahaman Matematika Peserta Didik pada Materi Bangun Ruang Melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas V SD Negeri 4 Karangbenda Tahun Pelajaran 2009/2010)”.



A.    Judul
Peningkatan Pemahaman Matematika Peserta Didik pada Materi Bangun Ruang Melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas V SD Negeri 4 Karangbenda Tahun Pelajaran 2009/2010)”.
B.     Nama Penulis
YUYUM HARYANI, S.Pd
C.    Abstrak dan Kata Kunci
Kata Kunci: Mata PelajaranMatematika, Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa, dan Model PembelajaranKooperatifTipeNumbered Heads Together (NHT)
                                                          Abstrak
         Penelitian ini bermula dari adanya kesenjangan yang terjadi dalam pembelajaran mata pelajaran Matematikatentangmembuatdenahdanpetalingkunganrumahdansekolahyang telah dilakukan guru dan siswa kelas V SD Negeri 4 Karangbenda, Kecamatan Parigi, Kabupaten Ciamis. Kesenjangan dimaksud, yakni aktivitas dan hasil belajar siswa di kelas ini, masih jauh dari yang diharapkan. Hal ini disebabkan oleh penggunaan pendekatan yang kurang tepat. Untuk mengatasi masalah tersebut, digunakan model pembelajarankooperatif. Adapun pokok masalah yang diajukan dalam penelitian ini, yaitu: (1) bagaimana langkah-langkah menggunakan model pembelajarankooperatifuntuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran mata pelajaran matematika?, dan (2) apakah penggunaan model pembelajarankooperatifdapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran mata pelajaran matematika? Prosedur yang akan ditempuh untuk membuktikan tepat tidaknya solusi tersebut, adalah penelitian tindakan kelas. Penelitian tersebut, dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklusnya menempuh tahapan perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Setelah melakukan penelitian ini dapat diambil simpulan bahwa penggunaan model pembelajarankooperatiftipeNumbered Heads Together (NHT) dalam pembelajaran mata pelajaran matematikadapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 4 Karangbenda, Kecamatan Parigi, Kabupaten Ciamis, Tahun Pelajaran 2009/2010. Adanya peningkatan tersebut, tidak lepas dari upaya sekemampuan guru, baik dalam merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, mengevaluasi kemampuan siswa dalam pembelajaran, dan menindaklanjuti hasilnya agar diperoleh peningkatan yang lebih baik.


D.    Pendahuluan
a.      Latar Belakang Masalah
Salah satu mata pelajaran yang harus dikelola secara profesional oleh setiap guru di sekolah dasar, yaitu matematika. Melalui pengelolaan yang demikian ini, diharapkan dapat mengantar siswa pada tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan dimaksud umumnya mengarah pada penguasaan dasar-dasar matematika. Penguasaan siswa terhadap dasar-dasar tersebut, sangat penting, baik untuk bekal hidupnya maupun  untuk memudahkan proses belajar mata pelajaran ini selanjutnya pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
         Tuntutan di atas, telah dan sedang diupayakan, termasuk oleh guru kelas V SD Negeri 4 Karangbenda. Upaya tersebut, ada yang berhasil mengantarkan siswa pada tingkat pemahaman tertentu. Ada pula yang kurang berhasil, seperti ketika mengantarkan seluruh siswa agar memahami benar materi ajar kesebangunan bangun ruang. Baik upayanya yang berhasil maupun yang kurang berhasil, hal ini perlu terus diusahakan oleh guru, tentunya dengan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk mendayagunakan berbagai komponen penentu terjadi proses belajar siswa menuju ke arah yang diinginkan. Komponen dimaksud, meliputi: siswa, tujuan, materi pokok, kegiatan belajar mengajar, alat dan sumber belajar, dan penilaian. Dalam mendayagunakan komponen-komponen tersebut, perlu diperhatikan pula model pembelajaran apa yang memungkinkan terjadinya proses belajar siswa secara aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Hal ini sangat penting. Terlebih lagi ketika mengupayakan kekurangberhasilan siswa dalam memahami materi ajar kesebangunan bangun ruang.
           Berdasarkan hasil refleksi awal, dapat diketahui bahwa proses belajar siswa ketika mempelajari materi ajar kesebangunan bangun ruang tampak kurang bermakna, tidak terjadi saling belajar, tidak berani bertanya jawab dengan guru, dan terkesan acuh tak acuh. Akibat hal ini masih wajar bagi siswa yang memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi. Akan tetapi, bagi sebagian besar siswa yang kurang cerdas, akibatnya bukan sekadar mengalami kesulitan tetapi juga pada perolehan nilai pemahamannya kurang mencapai tarap nilai yang diinginkan dalam kriteria ketuntasan minimal (KKM).
           Upaya yang dipandang sebagai alternatif yang tepat untuk mengatasi masalah ini, tidak sedikit. Namun di antara upaya tersebut, model pembelajaran kooperatif tipe numbered to gether  dipandang paling tepat. Besar harapan melalui model pembelajaran yang diupayakan ini, proses belajar siswa sesuai dengan tujuan di dalamnya, yakni mengaktifkan, mengkreatifkan, mengefektifkan, dan menyenangkan siswa. Demi tercapainya setiap harapan tersebut, apa yang harus dilakukan guru dan siswa tidak boleh bersebrangan arah dengan ketentuan. Hal ini sebagaimana dikemukakan Asher (2010: 114) bahwa “Dalam kegiatan belajar mengajar, aktivitas guru dan siswa tidak boleh bersimpangan dengan model yang didayagunakan untuk mencapai tujuan. Jika ini terjadi, mustahil tujuan yang diharapkan akan tercapai”. Agar tidak terjadi masalah yang tidak diharapkan ini, perlu kiranya guru dan siswa lebih dulu memahami tugas pokok dan fungsi masing-masing berkaitan dengan suatu model pembelajaran, seperti dikemukakan Kunandar (2009: 52) bahwa “Dalam suatu model pembelajaran terdapat peran serta guru dan siswa secara aktif. Guru yang perlu lebih dulu memahaminya akan menjadi penentu pemahaman siswa terhadap proses belajar yang harus ditempuh”.
             Bertolak dari keseluruhan uraian di atas, apa yang menjadi masalah dan solusinya cukup jelas. Atas dasar itu yang telah mendorong kepada penulis untuk mengadakan penelitian lebih lanjut guna membuktikan sejauh mana solusi yang diupayakan ini dapat memberi dampak yang positif, baik  terhadap perubahan perilaku belajar siswa maupun tingkat pemahamannya terhadap materi ajar kesebangunan bangun ruang.
b.      Rumusan Masalah
          Berdasarkan latar belakang masalah di atas, apa yang menjadi masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Bagaimana langkah-langkah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dalam meningkatkan pemahaman matematika siswa pada materi bangun datar?
2.      Apakah pemahaman matematika peserta didik pada materi bangun ruang meningkat setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)?
c.       Tujuan Penelitian
         Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, tujuan penelitian ini dapat ditentukan, yaitu untuk:
1.      Mengetahui langkah-langkah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together dalam meningkatkan pemahaman matematika siswa pada materi bangun datar.
2.      Mengetahui peningkatan pemahaman matematika peserta didik pada materi bangun ruang setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together.

E.     KajianTeoridanHipotesisTindakan
a.      Kajian Teori
a)      Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT)
Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen dalam Ibrahim (2000: 28) bahwa “Dalam pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) lebih dititikberatkan pada pelibatan siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut”. Pendapat lain dikemukakan Ibrahim (2000: 28) bahwa “Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)  merupakan suatu pendekatan untuk melibatkan banyak siswa dalam memperoleh materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran”. 
          Struktur yang dikembangkan oleh Kagen ini menghendaki siswa belajar saling membantu dalam kelompok kecil dan lebih dicirikan oleh penghargaan kooperatif dari pada penghargaan individual. Ada struktur yang memiliki tujuan umum untuk meningkatkan penguasaan isi akademik dan ada pula struktur yang tujuannnya untuk mengajarkan keterampilan sosial. Tipe Numbered Heads Together (NHT) adalah bagian dari model pembelajaran kooperatif struktural, yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur Kagan menghendaki agar para siswa bekerja saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara kooperatif. Struktur tersebut dikembangkan sebagai bahan alternatif dari struktur kelas tradisional, seperti mangacungkan tangan terlebih dahulu untuk kemudian ditunjuk oleh guru untuk menjawab pertanyaan yang telah dilontarkan. Suasana seperti ini menimbulkan kegaduhan dalam kelas, karena para siswa saling berebut dalam mendapatkan kesempatan untuk menjawab pertanyaan peneliti.   
            Menurut Ibrahim (2000: 29) tiga tujuan yang hendak dicapai dalam model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT), yaitu:
(1) Untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik, (2) agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar belakang, (3) untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.
    Selain adanya ciri-ciri di atas juga terdapat beberapa ciri lainnya dari model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT), seperti dikemukakan Ibrahim (2000: 29), yaitu: “(1) Kelompok hetrogen, (2) setiap anggota kelompok memiliki nomor kepala yang berbeda-beda, dan (3) berpikir bersama (Heads Together)”. Menurut Kagan (2007: 73) bahwa “Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) secara tidak langsung melatih siswa untuk saling berbagi informasi, mendengarkan dengan cermat serta berbicara dengan penuh perhitungan,sehingga siswa lebih produktif dalam pembelajaran”. Lebih jelasnya mengenai hal itu tampak seperti pada tabel berikut.
Tabel 1                                                                                                                       Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif                                                                   Tipe Numbered Heads Together (NHT)
Fase-fase
Perilaku Guru
Perilaku Siswa
Fase 1
Penomoran (Numbering)
Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan 3-5 orang dan memberi siswa nomor.
Setiap siswa dalam tim mempunyai nomor berbeda-beda, sesuai dengan jumlah siswa di dalam kelompok.
Fase 2
Pengajuan Pertanyaan (Questioning)
Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa sesuai dengan materi yang sedang dipelajari yang bervariasi dari yang spesifik hingga bersifat umum dan dengan tingkat kesulitan yang bervariasi.
Siswa menyimak dan menjawab pertanyaan
Fase 3
Berpikir Bersama (Heads Together)
Guru memberikan bimbingan bagi kelompok siswa yang membutuhkan.
Siswa berpikir bersama untuk menemukan jawaban dan menjelaskan jawaban kepada anggota dalam timnya sehinggasemua anggota mengetahui jawaban dari masing-masing pertanyaan.
Fase 4
Pemberian Jawaban (Answering)
1.      Guru menyebut salah satu nomor




2.      Guru secara random memilih kelompok yang harus menjawab pertanyan tersebut
Setiap siswa dari tiapkelompok yang bernomor sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas
Siswa yang nomornya disebut guru dari kelompok tersebut mengangkat tangan dan berdiri untuk menjawab pertanyaan

           Adapun pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT), yaitu :
1.      Tahap Pendahuluan
Langkah 1: Penomoran (Numbering):
1)      Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan 3-5 orang dan memberi mereka nomor, sehingga tiap siswa dalam tim tersebut memiliki nomor yang berbeda.
2)      Menginformasikan materi yang akan dibahas atau mengaitkan  materi yang dibahas dengan materi yang lalu.
3)      Mengkomunikasikan tujuan pembelajaran  dan menjelaskan apa yang akan dilaksanakan.
4)      Memotivasi siswa, agar timbul rasa ingin tahu siswa tentang konsep-konseo yang akan dipelajari.
2.      Kegiatan Inti
            Langkah 2: Pengajuan Pertanyaan (Questioning)
1)      Menjelaskan materi secara sederhana.
2)      Mengajukan suatu pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi dari yang bersifat spesifik hingga yang bersifat umum.
           Langkah 3: Berpikir Bersama (HeadsTogether)
1)      Siswa memikirkan pertanyaan yang diajukan oleh guru.
2)      Para siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban tersebut.
             Langkah 4: Pemberian Jawaban
1)        Guru menyebutkan (memanggil) suatu nomor dari salah satu kelompok secara acak.
2)        Siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan.
3)        Siswa menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas,ditanggapi oleh kelompok lain.
4)        Jika jawaban dari hasil diskusi kelas sudah dianggap betul siswa diberi kesempatan untuk mencatat dan apabila jawaban masih salah, guru akan mengarahkan.
5)        Guru memberikan pujian kepada siswa atau kelompok yang menjawab betul.
3.      Penutup
1)      Melakukan refleksi.
2)      Guru membimbing siswa menyimpilkan materi.
3)      Siswa diberikan tugas untuk diselesaikan dirumah dan mengerjakan kuis.
             Ada beberapa manfaat dari model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) bagi siswa yang hasil belajar rendah, seperti dikemukakan Lundgren dalam Ibrahim (2000: 18), antara lain:
1.      Rasa harga diri menjadi lebih tinggi
2.      Memperbaiki kehadiran
3.      Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar
4.      Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil
5.      Konflik antara pribadi berkurang
6.      Pemahaman yang lebih mendalam
7.      Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi
8.      Hasil belajar lebih tinggi
        Selain itu, model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) tidak terlepas dari kelemahan, di antaranya: (1) kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru, (2) tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru, (3) kelas cenderung jadi ramai, dan jika guru tidak dapat mengkondisikan dengan baik, keramaian itu dapat menjadi tidak terkendali.
b)     Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Pembelajaran matematika yang diajarkan di SD merupakan matematika sekolah yang terdiri dari bagian-bagian matematika yang dipilih guna menumbuh kembangkan kemampuan-kemampuan dan membentuk pribadi anak serta berpedoman kepada perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Hal ini menunjukkan bahwa matematika SD tetap memiliki ciri-ciri yang dimiliki matematika, seperti dikemukakan Suherman (2006: 55), yaitu: “(1) memiliki objek kajian yang abstrak (2) memiliki pola pikir deduktif konsisten”. Matematika sebagai studi tentang objek abstrak tentu saja sangat sulit untuk dapat dipahami oleh siswa-siswa SD yang belum mampu berpikir formal, sebab orientasinya masih terkait dengan benda-benda konkret. Ini tidak berarti bahwa matematika tidak mungkin tidak diajarkan di jenjang pendidikan dasar, bahkan pada hakekatnya matematika lebih baik diajarkan pada usia dini. 
Mengingat pentingnya matematika untuk siswa-siswa usia dini di SD, perlu dicari suatu cara mengelola proses belajar-mengajar di SD sehingga matematika dapat dicerna oleh siswa-siswa SD. Di samping itu, matematika juga harus bermanfaat dan relevan dengan kehidupannya, karena itu pembelajaran matematika di jenjang pendidikan dasar harus ditekankan pada penguasaan keterampilan dasar dari matematika itu sendiri. Keterampilan yang menonjol adalah keterampilan terhadap penguasaan operasi-operasi hitung dasar (penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian).
Untuk itu dalam pembelajaran matematika terdapat dua aspek yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) matematika sebagai alat untuk menyelesaikan masalah, dan (2) matematika merupakan sekumpulan keterampilan yang harus dipelajari. Karena itu dua aspek matematika yang dikemukakan di atas, perlu mendapat perhatian yang proporsional (Syamsuddin, 2003: 11). Konsep yang sudah diterima dengan baik dalam benak siswa akan memudahkan pemahaman konsep-konsep berikutnya. Untuk itu dalam penyajian topik-topik baru hendaknya dimulai pada tahapan yang paling sederhana ketahapan yang lebih kompleks, dari yang konkret menuju ke yang abstrak, dari lingkungan dekat anak ke lingkungan yang lebih luas.
Kurikulum matematika sekolah dasar berorientasi KTSP memuat materi yang lebih ringkas dan memuat hal-hal pokok yang mencakup tiga komponen: 
1.      Kemampuan dasar 
2.      Materi standar 
3.      Indikator pencapaian hasil belajar 
Penyusunan kurikulum berbasis kompetensi lebih mempertimbangkan aspek kesinambungan tujuan antara jenjang pendidikan yang lebih rendah ke jenjang yang lebih tinggi. Pada mata pelajaran matematika manyajikan tujuan instruksional sebagai berikut: 
1.      Siswa mampu menggunakan matematika sebagai alat untuk memecahkan masalah atau soal yang mencakup: kemampuan memahami model matematika, operasi penyelesaian model, dan penafsiran solusi model terhadap masalah semula.
2.      Menggunakan matematika sebagai cara bernalar dan untuk mengkomunikasikan gagasan secara lisan dan tertulis, misalnya menyajikan masalah ke bentuk model matematika. 
Tujuan umum matematika di sekolah dasar ini selanjutnya dijabarkan secara berkesinambungan, yakni: 
1.      Melakukan operasi hitung : penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, beserta operasi campurannya termasuk yang melibatkan pecahan. 
2.      Menentukan sifat dan unsur suatu bangun datar dan bangun ruang sederhana, termasuk penggunaan sudut, keliling, luas dan volume. 
3.      Menentukan sifat simetri, kesebangunan, dan sistem koordinat. 
4.      Menggunakan pengukuran, satuan, kesetaraan antar satuan, dan penaksiran pengukuran. 
5.      Menentukan dan menafsirkan data sederhana seperti ukuran tertinggi, terendah, rata-rata, modus, serta mengumpulkan dan menyajikan data. 
Belajar matematika merupakan tentang konsep-konsep dan struktur abstrak yang terdapat dalam matematika serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur matematika. Belajar matematika harus melalui proses yang bertahap dari konsep yang sederhana ke konsep yang lebih kompleks. Setiap konsep matematika dapat dipahami dengan baik jika disajikan dalam bentuk konkrit.
Tujuan pembelajaran matematika di SD dapat dilihat di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD Mata Pelajaran Matematika. Tujuannya, yaitu agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algortima, secara luwes, akurat, efesien, dan tepat dalam pemecahan masalah, (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirikan solusi yang diperoleh, (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika sifat-sifat ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. 
Selain tujuan umum yang menekankan pada penataan nalar dan pembentukan sikap siswa serta memberikan tekanan pada ketrampilan dalam penerapan matematika juga memuat tujuan khusus matematika SD, yaitu: (1) menumbuhkan dan mengembangkan ketrampilan berhitung sebagai latihan dalam kehidupan sehari-hari, (2) menumbuhkan kemampuan siswa, yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan matematika, (3) mengembangkan kemampuan dasar matematika sebagai bekal belajar lebih lanjut, (4) membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin. 
Mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan sekolah dasar meliputi aspek-aspek sebagai berikut: (1) bilangan, (2) geomteri, (3) pengolahan data Depdiknas, 2006. Cakupan bilangan antara lain bilangan dan angka, perhitungan dan perkiraan. Cakupan geometri antara lain bangun dua dimensi, tiga dimensi, tranformasi dan simetri, lokasi dan susunan berkaitan dengan koordinat. Cakupan pengukuran berkaitan dengan perbandingan kuantitas suaru obyek, penggunaan satuan ukuran dan pengukuran.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dalam memodelkan pembelajaran matematika di sekolah dasar hendaknya dimulai dari hal-hal yang konkret. Dalam Depdikbud (1993: 52) disebutkan bahwa “Pembelajaran matematika di sekolah dasar berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan simbol-simbol serta ketajaman pemahaman yang dapat membantu memperjelas dan menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari”. Sementara itu menurut  Gipayana dkk., (2005:141) karakterisrik di antaranya meliputi menggunakan dunia nyata. 
c)      Hakikat Anak Didik dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
1.      Anak dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar 
Anak usia SD sedang mengalami perkembangan dalam tingkat berpikirnya. Dan tahap berpikirnya belum formal masih relatif Konkret, sehingga apa yang dianggap logis dan jelas oleh para ahli serta apa yang dapat diterima orang yang berlatih mempelajarinya merupakan hal yang tidak masuk akal dan membingungkan bagi anak-anak. (Karso, 2005:1-5) Dari kenyataan di atas maka peneliti berpendapat bahwa jika dalam melaksanakan model pembelajaran hendaknya menggunakan benda-benda konkret sekitar siswa.
2.         Anak Sebagai Individu yang Berkembang 
Sesuatu yang mudah menurut logika berpikir kita sebagai orang dewasa belum tentu dianggap mudah oleh logika berpikir anak, malahan mungkin anak mengganggap itu adalah sesuatu yang sulit untuk dimengerti, hal ini sesuai dengan pendapat Jean Piaget dkk (dalam Karso, 2005:1-6) dinyatakan bahwa anak tidak bertindak dan berpikir sama seperti orang dewasa. Hal ini tugas guru sebagai penolong anak untuk membentuk, mengembangkan kemampuan intelektualnya yang maksimal sangat diperlukan. 
3.        Kesiapan Intelektual Anak
Kebanyakan para ahli jiwa percaya bahwa jika akan memberikan pelajaran tentang sesuatu kepada anak didik, maka kita harus memperhatikan tingkat perkembangan berpikir anak. Menurut Piaget dalam Karso (2005: 6) “Teori tingkat perkembangan berpikir anak ada empat tahap, di antaranya: tahap sesuai motorik (dari lahir sampai usia 2 tahun), tahap operasional awal/pra operasional (usia 2-7 tahun), tahap operasional/ operasional konkret (usia 7-11 atau 12 tahun) dan tahap operasional formal/operasi formal (usia 11 tahun ke atas)”. 
Usia SD pada umumnya pada tahap berpikir operasional konkret. Siswa pada tahapan ini memahami hukum kekekalan, tetapi ia belum bisa berpikir secara deduktif, sehingga dalil-dalil matematika belum dimengerti. Hal ini mengakibatkan bila mengajarkan bahasan harus diberikan bagi siswa yang sudah siap intelektualnya. 
Tingkat pemahaman usia SD merupakan tahapan perkembangan intelektual atau berpikir anak SD. Dalam hal ini anak masih mengalami kesulitan merumuskan definisi dengan kata-kata sendiri, gurulah bertugas untuk membimbingnya. 
Uraian di atas jelas bahwa anak itu bukanlah tiruan dari orang dewasa, anak bukan bentuk mikro dari orang dewasa. Intelektual anak berbeda dengan orang dewasa, dan cara berpikirnya pun berbeda. 
Bertolak dari teori Piaget tersebut di atas bahwa kesiapan untuk belajar dan bagaimana berpikir mereka itu berubah sesuai dengan perkembangan usianya. Hal ini diperlukan agar tingkat pemahaman anak terhadap pelajaran matematika lebih baik. Jika pemahaman pelajaran baik dan maka tingkat kemampuan siswa dapat ditingkatkan.  Hal-hal yang dapat dinyatakan sebagai proses belajar menurut Bruner dalam Karso (2005: 1-12) di bagi dalam tiga tahapan yaitu: 
1) Tahap Enaktif atau Tahap Kegiatan (Enactive)
Pada tahun awal ini anak belajar konsep berhubungan dengan benda-benda real atau mengalami peristiwa di dunia sekitar.
2) Tahap Ikonik atau Tahap Gambar Bayangan (Iconic)
Pada tahap ini anak tetap mengubah, menandai dan menyimpan peristiwa atau benda dalam bentuk bayangan dalam kata lain anak dapat membayangkan kembali tentang benda/peristiwa yang dialami. 
3) Tahap Simbolik (Symbolik
Pada tahap ini anak dapat mengutarakan bayangan mental tersebut dalam bentuk simbol dan bahasa. Dalam hal ini anak sudah mampu memahami simbol-simbol atau penjelasan. 
  Dari apa yang dirancang oleh Bruner ini, hendaknya dapat dijadikan guru sebagai dasar untuk merancang model pembelajaran. Sehingga dapat mempermudah pemahaman dan keberhasilan anak dalam pembelajaran matematika. 
d) Materi Bangun Ruang di Sekolah Dasar
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Mata Pelajaran Matematika Sekolah Dasar terdapat uraian materi tentang bangun ruang. Hal ini dapat diketahui dari rumusan Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Indikator Hasil Belajar seperti tertuang pada tabel berikut.
Tabel 2
Materi Bangun Ruang
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Indikator Hasil Belajar
6. Memahami sifat-sifat bangun dan hubungan antar bangun.

6.1Mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar.

6.1.1Menyebutkan sifat-sifat bangun datar segitiga, persegi panjang, trapezium, jajaran genjang, lingkaran, belah ketupat, laying-layang.
6.1.2 Menggambar bangun datar dari sifat-sifat bangun datar yang diberikan.

             Materi yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut.
a.      Sifat-sifat Bangun Ruang
1)      Tabung
           Sifat-sifat tabung dapat dijelaskan melalui ilustrasi gambar berikut.





Text Box: Drum


Text Box: Pipa

 







                                      Jawablah pertanyaan berikut sebelum mempelajari tentang tabung.
(1)     Apakah pada tabung terdapat permukaan yang berbentuk lingkaran?
(2)     Kalau ada, berapakah banyaknya?
(3)     Apakah ukurannya sama?
(4)     Apakah tabung mempunyai titik sudut?
(5)     berapa banyak sisinya?
                           Coba perhatikan gambar berikut: 


 





           Setelah mengamati dan menyelidiki tabung, diperoleh sifat-sifat tabung sebagai berikut.
(1)   Tabung mempunyai sisi sebanyak 3 buah, yaitu  sisi atas, sisi alas, dan sisi selimut tabung.
(2)   Tidak mempunyai titik sudut.
(3)   Bidang atas dan bidang alas berbentuk lingkaran dengan ukuran sama.
(4)   Memiliki sisi lengkung yang disebut selimut tabung.
(5)   Jarak bidang atas dan alas disebut tinggi tabung.
2)      Prisma
            Prisma merupakan bangun ruang yang mempunyai alas dan tutup sama bentuk dan ukuran. Alas dan tutup berbentuk bangun dasar bersegi. Misalnya segitiga, segi empat, atau segi lima. Mari mempelajari prisma lebih lanjut.
Sifat-sifat prisma dapat dijelaskan melalui ilustrasi gambar berikut.
Perhatikan gambar berikut:












 










          Gambar di sebelah kanan merupakan bentuk dasar atau kerangka benda bangun sebenarnya. Selain gambar di atas, masih banyak bentuk prisma yang lain. 

b.      Hipotesis Tindakan
Berdasarkan rumusan masalah, kajian teori, dan kerangka pemikiran di atas dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut “Terdapat peningkatanpemahaman matematika peserta didik pada materi bangun ruang setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)”.



F.     MetodologiPenelitian
a.      Metode Penelitian
Dalam proses pemecahan masalah penelitian ini digunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK). Metode penelitian tindakan kelas (PTK) memiliki arti dan ciri khas atau karakteristik tersendiri. Sehubungan dengan pengertian metode ini, Kunandar (2008: 45) mengemukakan sebagai berikut.
Penelitian tindakan kelas didefinisikan suatu penelitian tindakan (actionresearch) yang dilakukan oleh guru di kelasnya bersama-sama dengan orang lain (kolabolator) dengan jalan merancang, melaksanakan, dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif yang bertujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu (kualitas) proses pembelajaran di kelasnya melalui suatu tindakan (treatement) tertentu dalam suatu siklus.
Sejalan dengan pendapat ahli di atas, Syamsuddin dan Damaianti (2008: 228) mengemukakan, seperti dikutip berikut ini.
Penelitian tindakan kelas (PTK) adalah bentuk penelitian yang dilakukan secara kolaboratif dan partisipatif. Artinya, peneliti tidak melakukan penelitian secara sendiri, akan tetapi berkolaborasi dan berpartisipasi dengan sejawat atau kolega yang berminat sama dalam hal permasalahan penelitian.
Penelitian tindakan kelas termasuk ke dalam rumpun penelitian kualitatif, sebagaimana dikemukakan Rochiati (2005: 46) yang dikutip berikut.
Penelitian tindakan kelas termasuk penelitian kualitatif meskipun data yang dikumpulkan bisa saja bersifat kauntitatif, di mana uraiannya bersifat deskriptif dalam bentuk kata-kata, peneliti merupakan instrumen utama dalam pengumpulan data, proses sama pentingnya dengan produk. Perhatian peneliti diarahkan pada pemahaman bagaimana berlangsungnya suatu kejadian atau efek dari suatu tindakan.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, diperoleh suatu simpulan bahwa metode penelitian tindakan kelas merupakan cara pemecahan masalah yang dihadapi guru dan siswa untuk memperbaiki kinerjanya yang kurang sesuai dengan harapan. Upaya memperbaikinya itu diperlukan suatu tindakan (treatement) yang memungkinkan guru dan siswa mampu melaksanakannya dan berhasil mencapai arah perbaikan yang diharapkan. Dalam proses pemecahan masalah dimaksud, guru tidak bertindak secara sendiri melainkan kolaborasi dengan teman sejawat atau kolega yang memiliki kesiapan untuk berpartisipasi secara aktif di dalamnya.
b.      Teknik Pengumpulan Data
Ada beberapa teknik yang digunakan dalam proses pengumpulan data yang dibutuhkan. Pemilihan teknik-teknik tersebut didasarkan pada pendapat Kunandar (2008: 274) yang mengemukakan bahwa “Teknik pengumpulan data dalam penelitian tindakan kelas biasanya meliputi observasi, tes, wawancara, dan diskusi.”
Teknik-teknik tersebut akan digunakan sebagai upaya untuk mendapatkan data yang diharapkan. Adapun penggunaan teknik masing-masing, sebagai berikut:
1.      Teknik Observasi
Teknik observasi digunakan untuk memperoleh data tentang pelaksanaan KBM bangun ruang dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) yang dilaksanakan dalam tiga siklus.
2.      Teknik Tes
Teknik tes digunakan untuk memperoleh data tentang pemahaman siswa terhadap materi bangun ruang setelah mengikuti KBM dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) yang dilaksanakan dalam tiga siklus.
3.    Teknik Wawancara
Teknik digunakan untuk memperoleh data tentang hal-hal yang dirasakan guru dan siswa selama dalam KBM pada materi bangun ruang dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) yang dilaksanakan dalam tiga siklus.
4.    Teknik Dokumentasi
Teknik dokumentasi digunakan untuk memperoleh data tentang dokumen-dokumen yang berhubungan dengan setiap siklus KBM pada materi bangun ruang dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) yang dilaksanakan dalam tiga siklus.
5.    Teknik Angket
 Teknik angket digunakan untuk mendapatkan respon siswa sehubungan dengan pelaksanaan KBM pada bangun ruang dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT).
c.       Instrumen Penelitian
        Untuk setiap teknik pengumpulan data di atas, diperlukan instrumen yang tepat. Adapun instrumen yang diupayakan untuk itu, seperti dijelaskan berikut.
1.      Lembar Observasi
           Lembar observasi digunakan untuk instrumen teknik observasi. Pada lembar observasi terdapat hal-hal yang harus diobservasi terkait dengan pelaksanaan KBM pada materi bangun ruang dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) yang dilaksanakan dalam tiga siklus.
2.      Lembar Tes
            Lembar tes digunakan sebagai instrumen pada teknik tes. Pada lembar tes terdapat beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa yang diberikan di akhir setiap siklus KBM pada materi bangun ruang dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT).
3.      Lembar Wawancara
            Lembar wawancara digunakan untuk teknik wawancara. Pada instrumen ini terdapat hal-hal yang perlu ditanyakan kepada guru dan siswa sehubungan denganapa yang mereka rasakan selama berlangsungnya KBM pada materi bangun ruang dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) yang dilaksanakan dalam tiga siklus.
3)      Lembar Angket
            Lembar angket yang berisi pernyataan dan alternatif jawaban digunakan untuk teknik angket. Pada instrumen ini terdapat hal-hal yang perlu ditanyakan siswa pelaksanaan KBM pada materi bangun ruang dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) yang dilaksanakan dalam tiga siklus.
b.      Subjek Penelitian
          Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri 4 Karangbenda, Tahun Pelajaran 2009/2010 yang berjumlah 42 orang, yang terdiri atas 20 siswa laki-laki dan 42 siswa perempuan. Subjek lainnya, yaitu dua orang observer yang berasal dari guru kelas V di sekolah ini.
c.       Desain Penelitian
           Desain dalam penelitian tindakan kelas disebut juga pola yang diikuti peneliti sebagai langkah konkret merencanakan, melaksanakan, mengobservasi, dan merefleksi tindakan setiap siklus yang telah berlangsung (Kunandar, 2008: 84). Dalam penelitian tindakan kelas ini digunakan desain Kemmis dan Taggart, seperti digambarkan berikut.




 
          Berdasarkan gambar di atas, proses penelitian yang akan berlangsung dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Perencanaan
           Pada setiap siklus dimulai dari perencanaan. Kegiatan yang dilakukan peneliti bersama observer dalam rangka itu, yakni menyusun rencana KBM tiap siklus dan membuat instrumen yang diperlukan. Selain itu, pada tahap ini pun, penulis bersama observer menetapkan indikator keberhasilan untuk masing-masing siklus.  
2.      Pelaksanaan
           Pada tahap ini, peneliti melaksanakan KBM sesuai dengan rencana masing-masing siklus untuk mendapatkan hasil yang diharapkan.
3.      Observasi
          Pada tahap ini, peneliti dan observer mengobservasi pelaksanaan setiap siklus KBM. 
2.      Refleksi
          Pada tahaprefleksi, peneliti dan observer melaksanakan diskusi hasil setiap siklus.
d.      Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Data yang telah berhasil dikumpulkan melalui beberapa teknik dan instrumen pengumpulan data, dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan teknik persentase untuk melihat kecenderungan yang terjadi dalam KBM matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif yang dilaksanakan dalam tiga siklus.
G.    HasilPenelitiandanPembahasan
a.      Hasil PenelitiandanPembahasan PTK Siklus1
Siklus 1 terdiri dari empat tahap, yakni perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi serta replanning, seperti berikut ini.
1.      Perencanaan (Planning)
Pada tahap perencanaan (planning) tindakan siklus 1,menempuh langkah-langkah sebagai berikut.
1)   Tim peneliti melakukan analisis kurikulum untuk mengetahui kompetensi dasar yang akan disampaikan kepada siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) .
2)   Membuat rencana pembelajaran matapelajaranmatematikatentangmembuatdenahdanpetalingkunganrumahdansekolahberdasarkan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) .
3)   Membuat lembar kerja siswa.
4)   Membuat instrumen yang digunakan dalam PTK siklus 1.
5)   Menyusun alat evaluasi pembelajaran.
2.      Pelaksanaan (Acting)
Pada saat awal siklus 1 pelaksanaan tindakan belum sesuai dengan rencana. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan berikut.
1)   Sebagian kelompok belum terbiasa dengan kondisi belajar berkelompok.
2)   Sebagian kelompok belum memahami langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)  secara utuh dan menyeluruh.
Untuk mengatasi masalah di atas dilakukan upaya sebagai berikut.
1)   Guru dengan intensif memberi pengertian kepada siswa kondisi dalam berkelompok, kerjasama kelompok, keikutsertaan siswa dalam kelompok.
2)   Guru membantu kelompok yang belum memahami langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) .
Pada akhir siklus 1 dari hasil pengamatan guru dan kolaborasi  dengan teman sejawat dapat disimpulkan sebagai berikut.
1)   Siswa mulai terbiasa dengan kondisi belajar kelompok.
2)   Siswa mulai terbiasa dengan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT).
3)   Siswa mampu menyimpulkan bahwa  pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT), memiliki langkah-langkah tertentu.
3.      Observasi dan Evaluasi (ObservingandEvaluation)
Hasil observasi dan evaluasi pada siklus 1 diperoleh gambaran sebagai berikut.
1)   Hasil observasi aktivitas siswa dalam PBM selama siklus 1 dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1
Perolehan Skor Aktivitas Siswa dalam PBM Siklus 1
Kelompok
Skor Perolehan
Skor Ideal
Persentase
Keterangan
Kelompok 1
11
16
69

Kelompok 2
12
16
75

Kelompok 3
14
16
88
Tertinggi
Kelompok 4
10
16
63

Kelompok 5
8
16
50
Terendah
Kelompok 6
10
16
63

Kelompok 7
11
16
69

Kelompok 8
12
16
75

Rerata
11
16
69


2)   Hasil observasi siklus 1 tentang aktivitas guru dalam PBM
Hasil observasi aktivitas guru dalam kegiatan belajar mengajar pada siklus 1 masih tergolong rendah dengan perolehan skor 27 atau 61,36%, sedangkan skor idealnya adalah 44. Hal ini terjadi karena guru lebih banyak berdiri di depan kelas dan kurang memberikan pengarahan kepada siswa bagaimana melakukan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT).
3)   Hasil evaluasi siklus 1, penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran
Selain aktivitas guru dalam PBM, penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran pun masih tergolong kurang. Dari skor ideal 100, skor perolehan rata-rata hanya mencapai 62 atau 62%.




Grafik 1
PerolehanSkorAktivitasSiswadalam PBM Siklus I


4.      Refleksi dan Perencanaan Ulang (ReflectingandReplanning)
Adapun keberhasilan dan kegagalan yang terjadi pada siklus 1, sebagai berikut.
1)   Guru belum terbiasa menciptakan suasana pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT). Hal ini diperoleh dari hasil observasi terhadap aktivitas guru dalam PBM hanya mencapai 61,36%.
2)   Sebagian siswa belum terbiasa dengan kondisi belajar berdasarkan langkah-langkah model pembelajarankooperatiftipeNumberedHeads Together (NHT) . Mereka merasa senang dan antusias dalam belajar. Hal ini bisa dilihat dari hasil observasi terhadap aktivitas siswa dalam PBM hanya mencapai 69%.
3)   Hasil evaluasi pada siklus 1 mencapai rata-rata 6,20.
4)   Masih ada kelompok yang belum bisa menyelesaikan tugas dalam waktu yang telah ditentukan. Hal ini karena anggota kelompok tersebut kurang serius dalam belajar.
5)   Masih ada kelompok yang kurang mampu dalam mempresentasikan hasil kegiatan kelompok.
Untuk memperbaiki kelemahan dan mempertahankan keberhasilan yang telah dicapai pada siklus 1, maka pada pelaksanaan siklus 2 dapat dibuat perencanaan sebagai berikut.
1)   Memberikan motivasi kepada kelompok agar lebih aktif lagi dalam merespon tuntutan pembelajaran.
2)   Lebih intensif membimbing kelompok yang mengalami kesulitan.
3)   Memberi pengakuan atau penghargaan (reward).
b.      HasilPenelitiandanPembahasan PTK Siklus 2
Seperti pada siklus 1, siklus 2 terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, observasi, refleksi dan replanning. Lebih jelasnya mengenai hal itu, sebagai berikut.
1.      Perencanaan (Planning)
Perencanaan (planning) pada siklus 2 didasarkan pada replanning siklus 1, yakni sebagai berikut.
1)   Memberikan motivasi kepada kelompok agar lebih aktif lagi dalam merespon tuntutan pembelajaran.
2)   Lebih intensif membimbing kelompok yang mengalami kesulitan.
3)   Memberi pengakuan atau penghargaan (reward).
4)   Membuat perangkat pembelajaran yang lebih mudah dipahami oleh siswa.
2.      Pelaksanaan (Acting)
Pelaksanaan tindakan siklus 2 didasarkan pada rencana sebagai konsekuensi hasil dari refleksi siklus 1. Adapun langkah-langkah yang ditempuh, sebagai berikut.
1)   Suasana pembelajaran sudah mengarah pada proses belajar berdasarkan langkah-langkah model pembelajarankooperatiftipeNumbered Heads Together (NHT). Tugas yang diberikan guru kepada kelompok dengan menggunakan lembar kerja akademik mampu dikerjakan dengan baik. Siswa dalam satu kelompok menunjukkan saling membantu untuk menguasai materi pelajaran yang telah diberikan melalui tanya jawab atau diskusi antarsesama anggota kelompok.
2)   Sebagian besar siswa merasa termotivasi untuk bertanya dan menanggapi suatu presentasi dari kelompok lain.
3)   Suasana pembelajaran yang efektif dan menyenangkan sudah mulai tercipta.
3.      Observasi dan Evaluasi (ObservingandEvaluation)
Hasil observasi dan evaluasi pelaksanaan tindakan siklus 2 menunjukkan perubahan yang lebih baik daripada siklus 1. Jelasnya mengenai hal itu, sebagai berikut.
1)   Hasil observasi aktivitas siswa dalam PBM selama siklus 2 dapat dilihat pada tabel berikut ini.


Tabel 2
Aktivitas Siswa dalam Kelompok pada Siklus 2
Kelompok
Skor Perolehan
Skor Ideal
Persentase
Keterangan
Kelompok 1
12
16
75

Kelompok 2
13
16
81

Kelompok 3
14
16
88
Tertinggi
Kelompok 4
11
16
69

Kelompok 5
10
16
63
Terendah
Kelompok 6
11
16
69

Kelompok 7
12
16
75

Kelompok 8
13
16
75

Rerata
12
16
74


Grafik 2
PerolehanSkorAktivitasSiswadalam PBM Siklus II
2)   Hasil observasi aktivitas guru dalam PBM pada siklus 2 tergolong sedang. Hal ini berarti mengalami perbaikan dari siklus 1. Dari skor ideal 44, nilai yang diperoleh adalah 35 atau 80%.
3)   Hasil evaluasi penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran pada siklus 2 juga tergolong sedang, yakni dari nilai skor ideal 100 nilai rerata skor perolehan adalah 70 atau 70%.
4)   Hasil ulangan harian siklus 2 mengalami peningkatan yang sebelumnya 5,48 menjadi 6,53. Ini berarti naik 1,05.
4)   Refleksi dan Perencanaan Ulang (ReflectingandReplanning)
Adapun keberhasilan yang diperoleh selama siklus 2 ini, sebagai berikut.
1)   Aktivitas siswa dalam PBM sudah mengarah ke langkah-langkah model pembelajarankooperatiftipeNumbered Heads Together (NHT) . Siswa mampu membangun kerja sama dalam kelompok untuk memahami tugas yang diberikan guru. Siswa mulai mampu berpartisipasi dalam kegiatan dan tepat waktu dalam melaksanakannya. Siswa mulai mampu mempresentasikan hasil kerja dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari data hasil observasi terhadap aktivitas siswa meningkat dari 69% pada siklus 1 menjadi 74% pada siklus 2.
2)   Meningkatnya aktivitas siswa dalam PBM didukung oleh meningkatnya aktivitas guru dalam mempertahankan dan meningkatkan suasana pembelajaran yang mengarah pada langkah-langkah model pembelajarankooperatiftipeNumbered Heads Together (NHT) . Guru secara intensif membimbing siswa saat mengalami kesulitan dalam PBM. Hal ini dapat dilihat dari hasil observasi aktivitas guru dalam PBM meningkat dari 61,36% pada siklus 1 menjadi 80% pada siklus 2.
3)   Meningkatnya aktivitas siswa dalam melaksanakan evaluasi berdampak pada meningkatnya kemampuan siswa dalam menguasai materi pembelajaran. Hal ini berdasarkan hasil evaluasi diperoleh6,20 pada siklus 1 meningkat menjadi 7,00 pada siklus 2.
4)   Meningkatnya rata-rata nilai ulangan harian pada siklus 2 menjadi 6,53.
H.    Simpulandan Saran
a.      Simpulan
Setelah membahas hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan, akhirnya dapat diambil simpulan guna menjawab pokok masalah yang menjadi fokus kajian, yaitu sebagai berikut.
1.    Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)  untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matapelajaranMatematikatentangmembuatdenahdanpetalingkunganrumahdansekolah menempuh tahapan strategis berikut: (1) menyusun perencanaan berdasarkan langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)  ; (2) melaksanakan pembelajaran sesuai dengan rencana; (3) mengevaluasi aktivitas dan hasil belajar siswa; dan (4) menindaklanjuti hasil refleksi terhadap aktivitas dan hasil belajar siswa yang terevaluasi. Proses yang ditempuh dalam setiap tahapan ini, baik yang dilakukan guru maupun siswa tidak lepas dari ketentuan yang berlaku, demi tercapainya tujuan yang diharapkan. Aktivitas belajar siswa bukan saja secara bertahap sesuai dengan norma pembelajaran ini, tetapi juga hasil yang didapat pun secara bertahap meningkat pula. Siswa menjadi aktif dan memahami perannya sebagai apa dalam anggota kelompok kooperatif. Antarsiswa bukan saja tampak merasa senang dan antusias saat berbagi ide dan  bertanya jawab, tetapi juga santun dalam melakukan hal itu. Itu sebabnya model pembelajaran ini diterapkan dengan menempuh tahap tersebut guna meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa sebagaimana yang diharapkan.
2.    Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) , terbukti dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matapelajaranMatematikatentangmembuatdenahdanpetalingkunganrumahdansekolah. Selain aktivitas belajar siswa terkesan lebih bermakna (meaningfullearning), potensi aktifnya pun dalam menggali ide, saling berbagi dan menerima gagasan sehubungan dengan materi ajar, bertanya jawab dengan teman dan guru, kreatif dalam prakarsa dan tindakan dengan tidak melukai perasaan satu sama lain, hal ini terjadi pada saat proses pembelajaran ini berlangsung. Dengan sendirinya, hasil belajar masing-masing siswa setelah menempuh proses akitivitas belajar secara terlatih ini, meningkat. Hal ini terbukti dari hasil observasi memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan aktivitas yang pada siklus 1 hanya rata-rata 69% menjadi 74% pada siklus 2. Penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran menunjukkan peningkatan. Hal ini dapat ditunjukkan dengan rata-rata hasil ulangan harian, yakni siklus 1 mencapai 5,48 menjadi 6,53 pada siklus 2. Melalui langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) , siswa membangun sendiri pengetahuan, menemukan langkah-langkah dalam mencari penyelesaian dari suatu materi yang harus dikuasai oleh siswa, baik secara individu maupun kelompok.
b.      Saran
Telah terbuktinya model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)  dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matapelajaranMatematikatentangmembuatdenahdanpetalingkunganrumahdansekolah, maka diajukan saran sebagai berikut.
1.    Dalam kegiatan belajar mengajar guru diharapkan menjadikan model ini sebagai suatu alternatif guna mencapai tujuan pembelajaran matapelajaranMatematikatentangmembuatdenahdanpetalingkunganrumahdansekolah, yaitu siswa aktif dalam belajar dan berhasil mencapai hasil belajar yang diinginkan. Setiap tahapan yang sudah ditempuh, baik dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi dan tindak lanjut, akan menjadi lebih baik apabila direnungkan secara bijak agar diperoleh proses setiap tahapan yang akurat.
2.    Karena kegiatan ini sangat bermanfaat khususnya bagi guru dan siswa, maka diharapkan kegiatan ini dapat dilakukan secara berkesinambungan, baik dalam mengelola pembelajaran yang sama, maupun yang lain di dalam atau di luar mata pelajaran ini.  
I.       DaftarPustaka
Arikunto, Suharsimi. 2005. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:Bumi Aksara.
Barr, Robert., Bart, James L. & Shermis, S. Samuel. 1978. The Nature of The Social Studies. California: ETC Publication.
Borg & Gall. 2003. Educational Research. New York: Allyn and Bacon.
Depdiknas. 1997. Sumber dan Media Pembelajaran IPS. Pusat Pengembangan Penataran Guru IPS dan PMP Malang.
Hermawan, Asep. 2007. Pengembangan Profesi Guru Melalui Tindakan Reflektif dan Aplikatif Diri Menjadi Peneliti Mahir dalam Penelitian Tindakan Kelas. Makalah: Tidak Dipublikasikan.
----------------------. 2007. Strategi Peningkatan Kinerja Guru dalam Mengelola Pembelajaran Melalui Penelitian Tindakan Kelas Secara Profesional dan Bermutu. Makalah: Tidak Dipublikasikan.
Ibrahim, Muslimin. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University Press.
Idrak, M.,dkk. 2007. Ringkasan Mata Pelajaran Matematika Lengkap. Yogyakarta: Messemedia.
Kunandar. 2007. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Rajawali Press.
Moloeng, Lexy J. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Mulyasa, E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung : Remaja Rosda Karya.
Natawidjaja, Rohman. 1985. Cara Belajar Siswa Aktif dan Penerapannya dalam Metode Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Jenderal Dikdasmen Depdiknas.
Nasution, S. 1989. Didaktik Asas-asas Mengajar. Bandung: Jemmars.
Sudjana, Nana. 1991. Model-model Mengajar CBSA. Bandung: Sinar Baru.
-------------------. 2001. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung : Sinar Baru.
Suprayekti. 2003. Interaksi Belajar Mengajar. Jakarta: Direktorat Tenaga Kependidikan.
Wachidi. 2000. Inovasi Kurikulum Matematika SMP di Kota Bandung. Disertasi tidak Diterbitkan: PPS UPI Bandung.
Wiriaatmadja, Rochiati. 2005. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Remaja Rosda Karya.

1 komentar:

  1. Ijin download Bu Yuyum,,Bu apakah ada versi download bentuk Word/ PDF? terimakasih

    BalasHapus