A. Judul
Peningkatan Pemahaman Matematika Peserta
Didik pada Materi Bangun Ruang Melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Numbered Heads Together (NHT)
(Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas V SD Negeri 4 Karangbenda Tahun
Pelajaran 2009/2010)”.
B. Nama Penulis
YUYUM HARYANI, S.Pd
C. Abstrak dan Kata Kunci
Kata Kunci:
Mata PelajaranMatematika,
Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa, dan Model
PembelajaranKooperatifTipeNumbered Heads
Together (NHT)
Abstrak
Penelitian ini bermula dari adanya
kesenjangan yang terjadi dalam pembelajaran mata pelajaran Matematikatentangmembuatdenahdanpetalingkunganrumahdansekolahyang
telah dilakukan guru dan siswa kelas V SD Negeri 4 Karangbenda, Kecamatan Parigi, Kabupaten Ciamis. Kesenjangan dimaksud,
yakni aktivitas dan hasil belajar siswa di kelas ini, masih jauh dari yang
diharapkan. Hal ini disebabkan oleh penggunaan pendekatan yang kurang tepat.
Untuk mengatasi masalah tersebut, digunakan model
pembelajarankooperatif. Adapun pokok masalah yang
diajukan dalam penelitian ini, yaitu: (1) bagaimana langkah-langkah menggunakan
model pembelajarankooperatifuntuk
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran mata
pelajaran matematika?,
dan (2) apakah penggunaan model
pembelajarankooperatifdapat meningkatkan aktivitas dan
hasil belajar siswa dalam pembelajaran mata pelajaran matematika? Prosedur yang akan
ditempuh untuk membuktikan tepat tidaknya solusi tersebut, adalah penelitian
tindakan kelas. Penelitian tersebut, dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap
siklusnya menempuh tahapan perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.
Setelah melakukan penelitian ini dapat diambil simpulan bahwa penggunaan model pembelajarankooperatiftipeNumbered Heads Together (NHT) dalam
pembelajaran mata pelajaran matematikadapat
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 4 Karangbenda,
Kecamatan Parigi,
Kabupaten Ciamis,
Tahun Pelajaran 2009/2010. Adanya peningkatan
tersebut, tidak lepas dari upaya sekemampuan guru, baik dalam merencanakan
pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, mengevaluasi kemampuan siswa dalam
pembelajaran, dan menindaklanjuti hasilnya agar diperoleh peningkatan yang
lebih baik.
D.
Pendahuluan
a.
Latar
Belakang Masalah
Salah satu mata
pelajaran yang harus dikelola secara profesional oleh setiap guru di sekolah
dasar, yaitu matematika. Melalui pengelolaan yang demikian ini, diharapkan
dapat mengantar siswa pada tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan
dimaksud umumnya mengarah pada penguasaan dasar-dasar matematika. Penguasaan
siswa terhadap dasar-dasar tersebut, sangat penting, baik untuk bekal hidupnya
maupun untuk memudahkan proses belajar
mata pelajaran ini selanjutnya pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Tuntutan di atas, telah dan sedang
diupayakan, termasuk oleh guru kelas V SD Negeri 4 Karangbenda. Upaya tersebut,
ada yang berhasil mengantarkan siswa pada tingkat pemahaman tertentu. Ada pula
yang kurang berhasil, seperti ketika mengantarkan seluruh siswa agar memahami
benar materi ajar kesebangunan bangun ruang. Baik upayanya yang berhasil maupun
yang kurang berhasil, hal ini perlu terus diusahakan oleh guru, tentunya dengan
segenap kemampuan yang dimilikinya untuk mendayagunakan berbagai komponen
penentu terjadi proses belajar siswa menuju ke arah yang diinginkan. Komponen
dimaksud, meliputi: siswa, tujuan, materi pokok, kegiatan belajar mengajar,
alat dan sumber belajar, dan penilaian. Dalam mendayagunakan komponen-komponen
tersebut, perlu diperhatikan pula model pembelajaran apa yang memungkinkan
terjadinya proses belajar siswa secara aktif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan. Hal ini sangat penting. Terlebih lagi ketika mengupayakan
kekurangberhasilan siswa dalam memahami materi ajar kesebangunan bangun ruang.
Berdasarkan hasil refleksi awal,
dapat diketahui bahwa proses belajar siswa ketika mempelajari materi ajar
kesebangunan bangun ruang tampak kurang bermakna, tidak terjadi saling belajar,
tidak berani bertanya jawab dengan guru, dan terkesan acuh tak acuh. Akibat hal
ini masih wajar bagi siswa yang memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi. Akan
tetapi, bagi sebagian besar siswa yang kurang cerdas, akibatnya bukan sekadar
mengalami kesulitan tetapi juga pada perolehan nilai pemahamannya kurang
mencapai tarap nilai yang diinginkan dalam kriteria ketuntasan minimal (KKM).
Upaya yang dipandang sebagai
alternatif yang tepat untuk mengatasi masalah ini, tidak sedikit. Namun di antara
upaya tersebut, model pembelajaran kooperatif tipe numbered to gether dipandang
paling tepat. Besar harapan melalui model pembelajaran yang diupayakan ini, proses
belajar siswa sesuai dengan tujuan di dalamnya, yakni mengaktifkan,
mengkreatifkan, mengefektifkan, dan menyenangkan siswa. Demi tercapainya setiap
harapan tersebut, apa yang harus dilakukan guru dan siswa tidak boleh
bersebrangan arah dengan ketentuan. Hal ini sebagaimana dikemukakan Asher
(2010: 114) bahwa “Dalam kegiatan belajar mengajar, aktivitas guru dan siswa
tidak boleh bersimpangan dengan model yang didayagunakan untuk mencapai tujuan.
Jika ini terjadi, mustahil tujuan yang diharapkan akan tercapai”. Agar tidak
terjadi masalah yang tidak diharapkan ini, perlu kiranya guru dan siswa lebih
dulu memahami tugas pokok dan fungsi masing-masing berkaitan dengan suatu model
pembelajaran, seperti dikemukakan Kunandar (2009: 52) bahwa “Dalam suatu model
pembelajaran terdapat peran serta guru dan siswa secara aktif. Guru yang perlu
lebih dulu memahaminya akan menjadi penentu pemahaman siswa terhadap proses
belajar yang harus ditempuh”.
Bertolak dari keseluruhan uraian
di atas, apa yang menjadi masalah dan solusinya cukup jelas. Atas dasar itu
yang telah mendorong kepada penulis untuk mengadakan penelitian lebih lanjut
guna membuktikan sejauh mana solusi yang diupayakan ini dapat memberi dampak
yang positif, baik terhadap perubahan
perilaku belajar siswa maupun tingkat pemahamannya terhadap materi ajar
kesebangunan bangun ruang.
b.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di
atas, apa yang menjadi masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut:
1.
Bagaimana
langkah-langkah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dalam meningkatkan pemahaman
matematika siswa pada materi bangun datar?
2.
Apakah pemahaman
matematika peserta didik pada materi bangun ruang meningkat setelah diterapkan
model pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Heads Together (NHT)?
c.
Tujuan
Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah
dikemukakan di atas, tujuan penelitian ini dapat ditentukan, yaitu untuk:
1.
Mengetahui
langkah-langkah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together dalam
meningkatkan pemahaman matematika siswa pada materi bangun datar.
2.
Mengetahui peningkatan
pemahaman matematika peserta didik pada materi bangun ruang setelah diterapkan
model pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Heads Together.
E.
KajianTeoridanHipotesisTindakan
a.
Kajian
Teori
a)
Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered
Heads Together (NHT)
Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) merupakan salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang
dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan
untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen dalam
Ibrahim (2000: 28) bahwa “Dalam pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) lebih dititikberatkan pada
pelibatan siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam
suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran
tersebut”. Pendapat lain dikemukakan Ibrahim (2000: 28) bahwa “Model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Heads Together (NHT)
merupakan suatu pendekatan untuk melibatkan banyak siswa dalam memperoleh
materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap
isi pelajaran”.
Struktur yang dikembangkan oleh Kagen ini menghendaki siswa belajar
saling membantu dalam kelompok kecil dan lebih dicirikan oleh penghargaan
kooperatif dari pada penghargaan individual. Ada struktur yang memiliki tujuan umum
untuk meningkatkan penguasaan isi akademik dan ada pula struktur yang
tujuannnya untuk mengajarkan keterampilan sosial. Tipe Numbered Heads Together (NHT)
adalah bagian dari model pembelajaran kooperatif struktural, yang menekankan
pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi
siswa. Struktur Kagan menghendaki agar para siswa bekerja saling bergantung
pada kelompok-kelompok kecil secara kooperatif. Struktur tersebut dikembangkan
sebagai bahan alternatif dari struktur kelas tradisional, seperti mangacungkan
tangan terlebih dahulu untuk kemudian ditunjuk oleh guru untuk menjawab
pertanyaan yang telah dilontarkan. Suasana seperti ini menimbulkan kegaduhan
dalam kelas, karena para siswa saling berebut dalam mendapatkan kesempatan
untuk menjawab pertanyaan peneliti.
Menurut Ibrahim (2000: 29) tiga
tujuan yang hendak dicapai dalam model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT), yaitu:
(1) Untuk meningkatkan kinerja siswa
dalam tugas-tugas akademik, (2) agar siswa dapat menerima teman-temannya yang
mempunyai berbagai latar belakang, (3) untuk mengembangkan keterampilan sosial
siswa. Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya,
menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja
dalam kelompok dan sebagainya.
Selain adanya ciri-ciri di atas juga terdapat beberapa ciri lainnya dari
model pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Heads Together (NHT), seperti
dikemukakan Ibrahim (2000: 29), yaitu: “(1) Kelompok hetrogen, (2) setiap
anggota kelompok memiliki nomor kepala yang berbeda-beda, dan (3) berpikir
bersama (Heads Together)”.
Menurut Kagan (2007: 73) bahwa “Model pembelajaran kooperatif
tipe Numbered Heads Together (NHT) secara tidak langsung melatih siswa
untuk saling berbagi informasi, mendengarkan dengan cermat serta berbicara
dengan penuh perhitungan,sehingga siswa lebih produktif dalam pembelajaran”.
Lebih jelasnya mengenai hal itu tampak seperti pada tabel berikut.
Tabel 1
Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Numbered Heads Together (NHT)
Fase-fase
|
Perilaku
Guru
|
Perilaku
Siswa
|
Fase 1
Penomoran (Numbering)
|
Guru membagi siswa
menjadi beberapa kelompok atau tim yang
beranggotakan 3-5 orang dan memberi siswa nomor.
|
Setiap siswa dalam tim mempunyai nomor
berbeda-beda, sesuai dengan jumlah siswa di dalam kelompok.
|
Fase 2
Pengajuan Pertanyaan (Questioning)
|
Guru mengajukan
pertanyaan kepada siswa sesuai dengan materi yang sedang dipelajari
yang bervariasi dari yang spesifik hingga bersifat umum dan dengan
tingkat kesulitan yang bervariasi.
|
Siswa menyimak dan menjawab pertanyaan
|
Fase 3
Berpikir Bersama (Heads Together)
|
Guru memberikan bimbingan bagi
kelompok siswa yang membutuhkan.
|
Siswa berpikir bersama
untuk menemukan jawaban dan menjelaskan jawaban kepada anggota dalam
timnya sehinggasemua anggota mengetahui jawaban dari masing-masing
pertanyaan.
|
Fase 4
Pemberian Jawaban (Answering)
|
1.
Guru menyebut salah
satu nomor
2.
Guru secara random
memilih kelompok yang harus menjawab pertanyan tersebut
|
Setiap siswa dari tiapkelompok yang
bernomor sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk
seluruh kelas
Siswa yang nomornya disebut guru dari
kelompok tersebut mengangkat tangan dan berdiri untuk menjawab
pertanyaan
|
Adapun pelaksanaan model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Heads Together (NHT), yaitu
:
1.
Tahap
Pendahuluan
Langkah 1: Penomoran (Numbering):
1)
Guru membagi para siswa
menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan 3-5 orang dan memberi
mereka nomor, sehingga tiap siswa dalam tim tersebut memiliki nomor yang
berbeda.
2)
Menginformasikan materi
yang akan dibahas atau mengaitkan materi yang dibahas dengan materi yang
lalu.
3)
Mengkomunikasikan
tujuan pembelajaran dan menjelaskan apa yang akan dilaksanakan.
4)
Memotivasi siswa, agar
timbul rasa ingin tahu siswa tentang konsep-konseo yang akan dipelajari.
2.
Kegiatan
Inti
Langkah 2: Pengajuan
Pertanyaan (Questioning)
1)
Menjelaskan materi
secara sederhana.
2)
Mengajukan suatu
pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi dari yang bersifat
spesifik hingga yang bersifat umum.
Langkah 3: Berpikir Bersama (HeadsTogether)
1)
Siswa memikirkan
pertanyaan yang diajukan oleh guru.
2)
Para siswa berpikir
bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban
tersebut.
Langkah 4: Pemberian Jawaban
1)
Guru
menyebutkan (memanggil) suatu nomor dari salah satu kelompok
secara acak.
2)
Siswa dari tiap
kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan.
3)
Siswa menyiapkan
jawaban untuk seluruh kelas,ditanggapi oleh kelompok lain.
4)
Jika jawaban dari hasil
diskusi kelas sudah dianggap betul siswa diberi kesempatan untuk mencatat dan
apabila jawaban masih salah, guru akan mengarahkan.
5)
Guru memberikan pujian
kepada siswa atau kelompok yang menjawab betul.
3.
Penutup
1)
Melakukan refleksi.
2)
Guru membimbing siswa
menyimpilkan materi.
3)
Siswa diberikan tugas
untuk diselesaikan dirumah dan mengerjakan kuis.
Ada beberapa manfaat dari model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Heads Together (NHT) bagi siswa
yang hasil belajar rendah, seperti dikemukakan Lundgren dalam Ibrahim (2000:
18), antara lain:
1.
Rasa harga diri menjadi
lebih tinggi
2.
Memperbaiki kehadiran
3.
Penerimaan terhadap
individu menjadi lebih besar
4.
Perilaku mengganggu
menjadi lebih kecil
5.
Konflik antara pribadi
berkurang
6.
Pemahaman yang lebih
mendalam
7.
Meningkatkan kebaikan
budi, kepekaan dan toleransi
8.
Hasil belajar lebih
tinggi
Selain itu, model pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Heads Together
(NHT) tidak terlepas dari kelemahan,
di antaranya: (1) kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru,
(2) tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru, (3) kelas cenderung jadi
ramai, dan jika guru tidak dapat mengkondisikan dengan baik, keramaian itu
dapat menjadi tidak terkendali.
b) Pembelajaran Matematika
di Sekolah Dasar
Pembelajaran matematika yang diajarkan di SD merupakan matematika
sekolah yang terdiri dari bagian-bagian matematika yang dipilih guna menumbuh
kembangkan kemampuan-kemampuan dan membentuk pribadi anak serta berpedoman
kepada perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Hal ini menunjukkan bahwa
matematika SD tetap memiliki ciri-ciri yang dimiliki matematika, seperti
dikemukakan Suherman (2006: 55), yaitu: “(1) memiliki objek kajian yang abstrak
(2) memiliki pola pikir deduktif konsisten”. Matematika sebagai studi tentang
objek abstrak tentu saja sangat sulit untuk dapat dipahami oleh siswa-siswa SD
yang belum mampu berpikir formal, sebab orientasinya masih terkait dengan
benda-benda konkret. Ini tidak berarti bahwa matematika tidak mungkin tidak
diajarkan di jenjang pendidikan dasar, bahkan pada hakekatnya matematika lebih
baik diajarkan pada usia dini.
Mengingat pentingnya matematika untuk siswa-siswa usia dini di SD, perlu
dicari suatu cara mengelola proses belajar-mengajar di SD sehingga matematika
dapat dicerna oleh siswa-siswa SD. Di samping itu, matematika juga harus
bermanfaat dan relevan dengan kehidupannya, karena itu pembelajaran matematika
di jenjang pendidikan dasar harus ditekankan pada penguasaan keterampilan dasar
dari matematika itu sendiri. Keterampilan yang menonjol adalah keterampilan
terhadap penguasaan operasi-operasi hitung dasar (penjumlahan, pengurangan,
perkalian dan pembagian).
Untuk itu dalam pembelajaran matematika terdapat dua aspek yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) matematika sebagai alat untuk menyelesaikan masalah, dan (2) matematika merupakan sekumpulan keterampilan yang harus dipelajari. Karena itu dua aspek matematika yang dikemukakan di atas, perlu mendapat perhatian yang proporsional (Syamsuddin, 2003: 11). Konsep yang sudah diterima dengan baik dalam benak siswa akan memudahkan pemahaman konsep-konsep berikutnya. Untuk itu dalam penyajian topik-topik baru hendaknya dimulai pada tahapan yang paling sederhana ketahapan yang lebih kompleks, dari yang konkret menuju ke yang abstrak, dari lingkungan dekat anak ke lingkungan yang lebih luas.
Untuk itu dalam pembelajaran matematika terdapat dua aspek yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) matematika sebagai alat untuk menyelesaikan masalah, dan (2) matematika merupakan sekumpulan keterampilan yang harus dipelajari. Karena itu dua aspek matematika yang dikemukakan di atas, perlu mendapat perhatian yang proporsional (Syamsuddin, 2003: 11). Konsep yang sudah diterima dengan baik dalam benak siswa akan memudahkan pemahaman konsep-konsep berikutnya. Untuk itu dalam penyajian topik-topik baru hendaknya dimulai pada tahapan yang paling sederhana ketahapan yang lebih kompleks, dari yang konkret menuju ke yang abstrak, dari lingkungan dekat anak ke lingkungan yang lebih luas.
Kurikulum matematika sekolah dasar berorientasi KTSP memuat materi yang lebih ringkas dan memuat
hal-hal pokok yang mencakup tiga komponen:
1.
Kemampuan dasar
2.
Materi standar
3.
Indikator pencapaian hasil belajar
Penyusunan kurikulum berbasis kompetensi lebih mempertimbangkan aspek
kesinambungan tujuan antara jenjang pendidikan yang lebih rendah ke jenjang
yang lebih tinggi. Pada mata pelajaran matematika manyajikan tujuan
instruksional sebagai berikut:
1.
Siswa mampu menggunakan matematika sebagai alat untuk memecahkan masalah
atau soal yang mencakup: kemampuan memahami model matematika, operasi
penyelesaian model, dan penafsiran solusi model terhadap masalah semula.
2.
Menggunakan matematika sebagai cara bernalar dan untuk mengkomunikasikan
gagasan secara lisan dan tertulis, misalnya menyajikan masalah ke bentuk model
matematika.
Tujuan umum matematika di sekolah dasar ini selanjutnya dijabarkan
secara berkesinambungan, yakni:
1.
Melakukan operasi hitung : penjumlahan, pengurangan, perkalian,
pembagian, beserta operasi campurannya termasuk yang melibatkan pecahan.
2.
Menentukan sifat dan unsur suatu bangun datar dan bangun ruang
sederhana, termasuk penggunaan sudut, keliling, luas dan volume.
3.
Menentukan sifat simetri, kesebangunan, dan sistem koordinat.
4.
Menggunakan pengukuran, satuan, kesetaraan antar satuan, dan penaksiran
pengukuran.
5.
Menentukan dan menafsirkan data sederhana seperti ukuran tertinggi,
terendah, rata-rata, modus, serta mengumpulkan dan menyajikan data.
Belajar
matematika merupakan tentang konsep-konsep dan struktur abstrak yang terdapat
dalam matematika serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur
matematika. Belajar matematika harus melalui proses yang bertahap dari konsep
yang sederhana ke konsep yang lebih kompleks. Setiap konsep matematika dapat
dipahami dengan baik jika disajikan dalam bentuk konkrit.
Tujuan
pembelajaran matematika di SD dapat dilihat di dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan SD Mata Pelajaran Matematika. Tujuannya, yaitu agar peserta didik
memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) memahami konsep matematika, menjelaskan
keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algortima, secara
luwes, akurat, efesien, dan tepat dalam pemecahan masalah, (2) menggunakan
penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat
generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan
matematika, (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirikan solusi yang
diperoleh, (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau
media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, (5) memiliki sikap
menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu,
perhatian dan minat dalam mempelajari matematika sifat-sifat ulet dan percaya
diri dalam pemecahan masalah.
Selain
tujuan umum yang menekankan pada penataan nalar dan pembentukan sikap siswa
serta memberikan tekanan pada ketrampilan dalam penerapan matematika juga
memuat tujuan khusus matematika SD, yaitu: (1) menumbuhkan dan mengembangkan
ketrampilan berhitung sebagai latihan dalam kehidupan sehari-hari, (2)
menumbuhkan kemampuan siswa, yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan
matematika, (3) mengembangkan kemampuan dasar matematika sebagai bekal belajar
lebih lanjut, (4) membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan
disiplin.
Mata
pelajaran matematika pada satuan pendidikan sekolah dasar meliputi aspek-aspek
sebagai berikut: (1) bilangan, (2) geomteri, (3) pengolahan data Depdiknas,
2006. Cakupan bilangan antara lain bilangan dan angka, perhitungan dan
perkiraan. Cakupan geometri antara lain bangun dua dimensi, tiga dimensi,
tranformasi dan simetri, lokasi dan susunan berkaitan dengan koordinat. Cakupan
pengukuran berkaitan dengan perbandingan kuantitas suaru obyek, penggunaan
satuan ukuran dan pengukuran.
Dari
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dalam memodelkan pembelajaran
matematika di sekolah dasar hendaknya dimulai dari hal-hal yang konkret. Dalam
Depdikbud (1993: 52) disebutkan bahwa “Pembelajaran matematika di sekolah dasar
berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan
bilangan dan simbol-simbol serta ketajaman pemahaman yang dapat membantu
memperjelas dan menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari”. Sementara
itu menurut Gipayana dkk., (2005:141)
karakterisrik di antaranya meliputi menggunakan dunia nyata.
c)
Hakikat Anak Didik dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah
Dasar
1.
Anak dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Anak usia
SD sedang mengalami perkembangan dalam tingkat berpikirnya. Dan tahap
berpikirnya belum formal masih relatif Konkret, sehingga apa yang dianggap
logis dan jelas oleh para ahli serta apa yang dapat diterima orang yang
berlatih mempelajarinya merupakan hal yang tidak masuk akal dan membingungkan
bagi anak-anak. (Karso, 2005:1-5) Dari kenyataan di atas maka peneliti
berpendapat bahwa jika dalam melaksanakan model pembelajaran hendaknya
menggunakan benda-benda konkret sekitar siswa.
2.
Anak Sebagai Individu yang Berkembang
Sesuatu
yang mudah menurut logika berpikir kita sebagai orang dewasa belum tentu
dianggap mudah oleh logika berpikir anak, malahan mungkin anak mengganggap itu
adalah sesuatu yang sulit untuk dimengerti, hal ini sesuai dengan pendapat Jean
Piaget dkk (dalam Karso, 2005:1-6) dinyatakan bahwa anak tidak bertindak dan
berpikir sama seperti orang dewasa. Hal ini tugas guru sebagai penolong anak
untuk membentuk, mengembangkan kemampuan intelektualnya yang maksimal sangat
diperlukan.
3.
Kesiapan Intelektual Anak
Kebanyakan
para ahli jiwa percaya bahwa jika akan memberikan pelajaran tentang sesuatu
kepada anak didik, maka kita harus memperhatikan tingkat perkembangan berpikir
anak. Menurut Piaget dalam Karso (2005: 6) “Teori tingkat perkembangan berpikir
anak ada empat tahap, di antaranya: tahap sesuai motorik (dari lahir sampai
usia 2 tahun), tahap operasional awal/pra operasional (usia 2-7 tahun), tahap
operasional/ operasional konkret (usia 7-11 atau 12 tahun) dan tahap
operasional formal/operasi formal (usia 11 tahun ke atas)”.
Usia SD pada umumnya pada
tahap berpikir operasional konkret. Siswa pada tahapan ini memahami hukum
kekekalan, tetapi ia belum bisa berpikir secara deduktif, sehingga dalil-dalil
matematika belum dimengerti. Hal ini mengakibatkan bila mengajarkan bahasan
harus diberikan bagi siswa yang sudah siap intelektualnya.
Tingkat
pemahaman usia SD merupakan tahapan perkembangan intelektual atau berpikir anak
SD. Dalam hal ini anak masih mengalami kesulitan merumuskan definisi dengan
kata-kata sendiri, gurulah bertugas untuk membimbingnya.
Uraian di atas jelas bahwa
anak itu bukanlah tiruan dari orang dewasa, anak bukan bentuk mikro dari orang
dewasa. Intelektual anak berbeda dengan orang dewasa, dan cara berpikirnya pun
berbeda.
Bertolak dari teori Piaget
tersebut di atas bahwa kesiapan untuk belajar dan bagaimana berpikir mereka itu
berubah sesuai dengan perkembangan usianya. Hal ini diperlukan agar tingkat
pemahaman anak terhadap pelajaran matematika lebih baik. Jika pemahaman pelajaran
baik dan maka tingkat kemampuan siswa dapat ditingkatkan. Hal-hal yang
dapat dinyatakan sebagai proses belajar menurut Bruner dalam Karso (2005: 1-12)
di bagi dalam tiga tahapan yaitu:
1)
Tahap
Enaktif atau Tahap Kegiatan (Enactive)
Pada tahun awal ini anak
belajar konsep berhubungan dengan benda-benda real atau mengalami peristiwa di
dunia sekitar.
2)
Tahap
Ikonik atau Tahap Gambar Bayangan (Iconic)
Pada tahap ini anak tetap
mengubah, menandai dan menyimpan peristiwa atau benda dalam bentuk bayangan
dalam kata lain anak dapat membayangkan kembali tentang benda/peristiwa yang
dialami.
3)
Tahap
Simbolik (Symbolik)
Pada tahap ini anak dapat
mengutarakan bayangan mental tersebut dalam bentuk simbol dan bahasa. Dalam hal
ini anak sudah mampu memahami simbol-simbol atau penjelasan.
Dari apa yang dirancang oleh Bruner ini,
hendaknya dapat dijadikan guru sebagai dasar untuk merancang model
pembelajaran. Sehingga dapat mempermudah pemahaman dan keberhasilan anak dalam
pembelajaran matematika.
d) Materi Bangun Ruang di Sekolah
Dasar
Dalam
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Mata Pelajaran Matematika Sekolah Dasar
terdapat uraian materi tentang bangun ruang. Hal ini dapat diketahui dari
rumusan Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Indikator Hasil Belajar
seperti tertuang pada tabel berikut.
Tabel 2
Materi Bangun Ruang
Standar Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
Indikator Hasil Belajar
|
6. Memahami sifat-sifat bangun dan
hubungan antar bangun.
|
6.1Mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar.
|
6.1.1Menyebutkan
sifat-sifat bangun datar segitiga, persegi panjang, trapezium, jajaran
genjang, lingkaran, belah ketupat, laying-layang.
6.1.2
Menggambar bangun datar dari sifat-sifat bangun datar yang diberikan.
|
Materi yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut.
a.
Sifat-sifat
Bangun Ruang
1)
Tabung
Sifat-sifat tabung dapat dijelaskan
melalui ilustrasi gambar berikut.
![]() |
|||
![]() |
|||








Jawablah
pertanyaan berikut sebelum mempelajari tentang tabung.
(1)
Apakah
pada tabung terdapat permukaan yang berbentuk lingkaran?
(2)
Kalau
ada, berapakah banyaknya?
(3)
Apakah
ukurannya sama?
(4)
Apakah
tabung mempunyai titik sudut?
(5)
berapa
banyak sisinya?
Coba perhatikan
gambar berikut:
![]() |
Setelah
mengamati dan menyelidiki tabung, diperoleh sifat-sifat tabung sebagai berikut.
(1)
Tabung
mempunyai sisi sebanyak 3 buah, yaitu
sisi atas, sisi alas, dan sisi selimut tabung.
(2)
Tidak
mempunyai titik sudut.
(3)
Bidang
atas dan bidang alas berbentuk lingkaran dengan ukuran sama.
(4)
Memiliki
sisi lengkung yang disebut selimut tabung.
(5)
Jarak
bidang atas dan alas disebut tinggi tabung.
2)
Prisma
Prisma merupakan bangun ruang yang
mempunyai alas dan tutup sama bentuk dan ukuran. Alas dan tutup berbentuk
bangun dasar bersegi. Misalnya segitiga, segi empat, atau segi lima. Mari
mempelajari prisma lebih lanjut.
Sifat-sifat prisma dapat
dijelaskan melalui ilustrasi gambar berikut.
Perhatikan gambar berikut:
![]() |
![]() |
||||
![]() |
|||||
Gambar di
sebelah kanan merupakan bentuk dasar atau kerangka benda bangun sebenarnya.
Selain gambar di atas, masih banyak bentuk prisma yang lain.
b.
Hipotesis
Tindakan
Berdasarkan rumusan masalah, kajian
teori, dan kerangka pemikiran di atas dapat dirumuskan hipotesis tindakan
sebagai berikut “Terdapat peningkatanpemahaman matematika peserta didik pada
materi bangun ruang setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)”.
F.
MetodologiPenelitian

a.
Metode
Penelitian
Dalam proses pemecahan masalah penelitian ini
digunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK). Metode penelitian tindakan
kelas (PTK) memiliki arti dan ciri khas atau karakteristik tersendiri.
Sehubungan dengan pengertian metode ini, Kunandar (2008: 45) mengemukakan
sebagai berikut.
Penelitian tindakan kelas didefinisikan suatu
penelitian tindakan (actionresearch)
yang dilakukan oleh guru di kelasnya bersama-sama dengan orang lain
(kolabolator) dengan jalan merancang, melaksanakan, dan merefleksikan tindakan
secara kolaboratif dan partisipatif yang bertujuan untuk memperbaiki atau
meningkatkan mutu (kualitas) proses pembelajaran di kelasnya melalui suatu
tindakan (treatement) tertentu dalam
suatu siklus.
Sejalan dengan pendapat ahli di atas, Syamsuddin dan
Damaianti (2008: 228) mengemukakan, seperti dikutip berikut ini.
Penelitian tindakan kelas (PTK) adalah bentuk
penelitian yang dilakukan secara kolaboratif dan partisipatif. Artinya,
peneliti tidak melakukan penelitian secara sendiri, akan tetapi berkolaborasi
dan berpartisipasi dengan sejawat atau kolega yang berminat sama dalam hal
permasalahan penelitian.
Penelitian
tindakan kelas termasuk ke dalam rumpun penelitian kualitatif, sebagaimana
dikemukakan Rochiati (2005: 46) yang dikutip berikut.
Penelitian tindakan kelas termasuk penelitian
kualitatif meskipun data yang dikumpulkan bisa saja bersifat kauntitatif, di
mana uraiannya bersifat deskriptif dalam bentuk kata-kata, peneliti merupakan
instrumen utama dalam pengumpulan data, proses sama pentingnya dengan produk.
Perhatian peneliti diarahkan pada pemahaman bagaimana berlangsungnya suatu
kejadian atau efek dari suatu tindakan.
Berdasarkan
pendapat para ahli di atas, diperoleh suatu simpulan bahwa metode penelitian
tindakan kelas merupakan cara pemecahan masalah yang dihadapi guru dan siswa
untuk memperbaiki kinerjanya yang kurang sesuai dengan harapan. Upaya
memperbaikinya itu diperlukan suatu tindakan (treatement) yang memungkinkan guru dan siswa mampu melaksanakannya
dan berhasil mencapai arah perbaikan yang diharapkan. Dalam proses pemecahan
masalah dimaksud, guru tidak bertindak secara sendiri melainkan kolaborasi
dengan teman sejawat atau kolega yang memiliki kesiapan untuk berpartisipasi
secara aktif di dalamnya.
b.
Teknik
Pengumpulan Data
Ada beberapa
teknik yang digunakan dalam proses pengumpulan data yang dibutuhkan. Pemilihan
teknik-teknik tersebut didasarkan pada pendapat Kunandar (2008: 274) yang
mengemukakan bahwa “Teknik pengumpulan data dalam penelitian tindakan kelas
biasanya meliputi observasi, tes, wawancara, dan diskusi.”
Teknik-teknik
tersebut akan digunakan sebagai upaya untuk mendapatkan data yang diharapkan.
Adapun penggunaan teknik masing-masing, sebagai berikut:
1.
Teknik Observasi
Teknik observasi digunakan untuk memperoleh data tentang pelaksanaan KBM
bangun ruang dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) yang dilaksanakan dalam tiga
siklus.
2.
Teknik Tes
Teknik tes digunakan untuk memperoleh data tentang pemahaman siswa
terhadap materi bangun ruang setelah mengikuti KBM dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Heads Together (NHT) yang
dilaksanakan dalam tiga siklus.
3. Teknik
Wawancara
Teknik digunakan untuk memperoleh data tentang hal-hal yang dirasakan
guru dan siswa selama dalam KBM pada materi bangun ruang dengan menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Heads Together (NHT) yang
dilaksanakan dalam tiga siklus.
4. Teknik
Dokumentasi
Teknik dokumentasi digunakan untuk memperoleh data tentang
dokumen-dokumen yang berhubungan dengan setiap siklus KBM pada materi bangun
ruang dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) yang dilaksanakan dalam tiga siklus.
5. Teknik Angket
Teknik angket digunakan untuk mendapatkan
respon siswa sehubungan dengan pelaksanaan KBM pada bangun ruang dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT).
c.
Instrumen
Penelitian
Untuk setiap teknik pengumpulan data di
atas, diperlukan instrumen yang tepat. Adapun instrumen yang diupayakan untuk
itu, seperti dijelaskan berikut.
1.
Lembar
Observasi
Lembar observasi digunakan untuk
instrumen teknik observasi. Pada lembar observasi terdapat hal-hal yang harus
diobservasi terkait dengan pelaksanaan KBM pada materi bangun ruang dengan
menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Heads Together (NHT) yang
dilaksanakan dalam tiga siklus.
2.
Lembar
Tes
Lembar tes digunakan sebagai
instrumen pada teknik tes. Pada lembar tes terdapat beberapa pertanyaan yang
harus dijawab oleh siswa yang diberikan di akhir setiap siklus KBM pada materi
bangun ruang dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Heads Together (NHT).
3.
Lembar
Wawancara
Lembar wawancara digunakan untuk
teknik wawancara. Pada instrumen ini terdapat hal-hal yang perlu ditanyakan
kepada guru dan siswa sehubungan denganapa yang mereka rasakan selama berlangsungnya
KBM pada materi bangun ruang dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) yang dilaksanakan dalam tiga
siklus.
3)
Lembar Angket
Lembar angket yang berisi
pernyataan dan alternatif jawaban digunakan untuk teknik angket. Pada instrumen
ini terdapat hal-hal yang perlu ditanyakan siswa pelaksanaan KBM pada materi
bangun ruang dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Heads Together (NHT) yang
dilaksanakan dalam tiga siklus.
b.
Subjek
Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri 4 Karangbenda,
Tahun Pelajaran 2009/2010 yang berjumlah 42 orang, yang terdiri atas 20 siswa
laki-laki dan 42 siswa perempuan. Subjek lainnya, yaitu dua orang observer yang
berasal dari guru kelas V di sekolah ini.
c.
Desain
Penelitian
Desain dalam penelitian tindakan
kelas disebut juga pola yang diikuti peneliti sebagai langkah konkret
merencanakan, melaksanakan, mengobservasi, dan merefleksi tindakan setiap
siklus yang telah berlangsung (Kunandar, 2008: 84). Dalam penelitian tindakan
kelas ini digunakan desain Kemmis dan Taggart, seperti digambarkan berikut.

![]() |
Berdasarkan gambar di atas, proses
penelitian yang akan berlangsung dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Perencanaan
Pada setiap siklus dimulai dari
perencanaan. Kegiatan yang dilakukan peneliti bersama observer dalam rangka
itu, yakni menyusun rencana KBM tiap siklus dan membuat instrumen yang
diperlukan. Selain itu, pada tahap ini pun, penulis bersama observer menetapkan
indikator keberhasilan untuk masing-masing siklus.
2.
Pelaksanaan
Pada tahap ini, peneliti
melaksanakan KBM sesuai dengan rencana masing-masing siklus untuk mendapatkan
hasil yang diharapkan.
3.
Observasi
Pada tahap ini, peneliti dan observer mengobservasi pelaksanaan setiap
siklus KBM.
2.
Refleksi
Pada tahaprefleksi, peneliti dan observer melaksanakan diskusi hasil
setiap siklus.
d.
Teknik
Pengolahan dan Analisis Data
Data yang telah berhasil dikumpulkan melalui
beberapa teknik dan instrumen pengumpulan data, dianalisis secara deskriptif
dengan menggunakan teknik persentase untuk melihat kecenderungan yang terjadi
dalam KBM matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif yang
dilaksanakan dalam tiga siklus.
G.
HasilPenelitiandanPembahasan
a.
Hasil
PenelitiandanPembahasan PTK Siklus1
Siklus 1 terdiri
dari empat tahap, yakni perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi serta
replanning, seperti berikut ini.
1.
Perencanaan
(Planning)
Pada
tahap perencanaan (planning) tindakan
siklus 1,menempuh langkah-langkah sebagai berikut.
1)
Tim peneliti melakukan
analisis kurikulum untuk mengetahui kompetensi dasar yang akan disampaikan
kepada siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) .
2)
Membuat rencana
pembelajaran matapelajaranmatematikatentangmembuatdenahdanpetalingkunganrumahdansekolahberdasarkan
langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) .
3)
Membuat lembar kerja
siswa.
4)
Membuat instrumen yang
digunakan dalam PTK siklus 1.
5)
Menyusun alat evaluasi
pembelajaran.
2.
Pelaksanaan
(Acting)
Pada saat awal siklus 1 pelaksanaan
tindakan belum sesuai dengan rencana. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan
berikut.
1)
Sebagian kelompok belum
terbiasa dengan kondisi belajar berkelompok.
2)
Sebagian kelompok belum
memahami langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) secara utuh dan menyeluruh.
Untuk mengatasi masalah di atas
dilakukan upaya sebagai berikut.
1)
Guru dengan intensif
memberi pengertian kepada siswa kondisi dalam berkelompok, kerjasama kelompok,
keikutsertaan siswa dalam kelompok.
2)
Guru membantu kelompok
yang belum memahami langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) .
Pada akhir siklus 1 dari hasil
pengamatan guru dan kolaborasi dengan
teman sejawat dapat disimpulkan sebagai berikut.
1)
Siswa mulai terbiasa
dengan kondisi belajar kelompok.
2)
Siswa mulai terbiasa
dengan pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Heads Together (NHT).
3)
Siswa mampu
menyimpulkan bahwa pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Heads Together
(NHT), memiliki langkah-langkah tertentu.
3.
Observasi
dan Evaluasi (ObservingandEvaluation)
Hasil
observasi dan evaluasi pada siklus 1 diperoleh gambaran sebagai berikut.
1)
Hasil observasi
aktivitas siswa dalam PBM selama siklus 1 dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel
1
Perolehan
Skor Aktivitas Siswa dalam PBM Siklus 1
Kelompok
|
Skor
Perolehan
|
Skor
Ideal
|
Persentase
|
Keterangan
|
Kelompok 1
|
11
|
16
|
69
|
|
Kelompok 2
|
12
|
16
|
75
|
|
Kelompok 3
|
14
|
16
|
88
|
Tertinggi
|
Kelompok 4
|
10
|
16
|
63
|
|
Kelompok 5
|
8
|
16
|
50
|
Terendah
|
Kelompok 6
|
10
|
16
|
63
|
|
Kelompok 7
|
11
|
16
|
69
|
|
Kelompok 8
|
12
|
16
|
75
|
|
Rerata
|
11
|
16
|
69
|
|
2)
Hasil observasi siklus
1 tentang aktivitas guru dalam PBM
Hasil observasi aktivitas guru dalam
kegiatan belajar mengajar pada siklus 1 masih tergolong rendah dengan perolehan
skor 27 atau 61,36%, sedangkan skor idealnya adalah 44. Hal ini terjadi karena guru lebih banyak berdiri di
depan kelas dan kurang memberikan pengarahan kepada siswa bagaimana melakukan
pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Heads Together (NHT).
3)
Hasil evaluasi siklus
1, penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran
Selain aktivitas guru dalam PBM,
penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran pun masih tergolong kurang. Dari
skor ideal 100, skor perolehan rata-rata hanya mencapai 62 atau 62%.
Grafik 1
PerolehanSkorAktivitasSiswadalam PBM Siklus I

4.
Refleksi
dan Perencanaan Ulang (ReflectingandReplanning)
Adapun keberhasilan dan kegagalan yang
terjadi pada siklus 1, sebagai berikut.
1)
Guru belum terbiasa
menciptakan suasana pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT).
Hal ini diperoleh dari hasil observasi terhadap aktivitas guru dalam PBM hanya
mencapai 61,36%.
2)
Sebagian siswa belum
terbiasa dengan kondisi belajar berdasarkan langkah-langkah model pembelajarankooperatiftipeNumberedHeads Together (NHT) . Mereka merasa
senang dan antusias dalam belajar. Hal ini bisa dilihat dari hasil observasi
terhadap aktivitas siswa dalam PBM hanya mencapai 69%.
3)
Hasil evaluasi pada
siklus 1 mencapai rata-rata 6,20.
4)
Masih ada kelompok yang
belum bisa menyelesaikan tugas dalam waktu yang telah ditentukan. Hal ini
karena anggota kelompok tersebut kurang serius dalam belajar.
5)
Masih ada kelompok yang
kurang mampu dalam mempresentasikan hasil kegiatan kelompok.
Untuk memperbaiki kelemahan dan
mempertahankan keberhasilan yang telah dicapai pada siklus 1, maka pada
pelaksanaan siklus 2 dapat dibuat perencanaan sebagai berikut.
1)
Memberikan motivasi
kepada kelompok agar lebih aktif lagi dalam merespon tuntutan pembelajaran.
2)
Lebih intensif
membimbing kelompok yang mengalami kesulitan.
3)
Memberi pengakuan atau
penghargaan (reward).
b.
HasilPenelitiandanPembahasan PTK Siklus 2
Seperti pada siklus 1, siklus 2 terdiri
atas perencanaan, pelaksanaan, observasi, refleksi dan replanning. Lebih jelasnya mengenai hal itu, sebagai berikut.
1.
Perencanaan
(Planning)
Perencanaan (planning) pada siklus 2 didasarkan pada replanning siklus 1, yakni sebagai
berikut.
1)
Memberikan motivasi
kepada kelompok agar lebih aktif lagi dalam merespon tuntutan pembelajaran.
2)
Lebih intensif
membimbing kelompok yang mengalami kesulitan.
3)
Memberi pengakuan atau
penghargaan (reward).
4)
Membuat perangkat
pembelajaran yang lebih mudah dipahami oleh siswa.
2.
Pelaksanaan
(Acting)
Pelaksanaan
tindakan siklus 2 didasarkan pada rencana sebagai konsekuensi hasil dari
refleksi siklus 1. Adapun langkah-langkah yang ditempuh, sebagai berikut.
1)
Suasana pembelajaran
sudah mengarah pada proses belajar berdasarkan langkah-langkah model pembelajarankooperatiftipeNumbered Heads Together (NHT). Tugas yang
diberikan guru kepada kelompok dengan menggunakan lembar kerja akademik mampu
dikerjakan dengan baik. Siswa dalam satu kelompok menunjukkan saling membantu
untuk menguasai materi pelajaran yang telah diberikan melalui tanya jawab atau
diskusi antarsesama anggota kelompok.
2)
Sebagian besar siswa
merasa termotivasi untuk bertanya dan menanggapi suatu presentasi dari kelompok
lain.
3)
Suasana pembelajaran
yang efektif dan menyenangkan sudah mulai tercipta.
3.
Observasi
dan Evaluasi (ObservingandEvaluation)
Hasil
observasi dan evaluasi pelaksanaan tindakan siklus 2 menunjukkan perubahan yang
lebih baik daripada siklus 1. Jelasnya mengenai hal itu, sebagai berikut.
1)
Hasil observasi
aktivitas siswa dalam PBM selama siklus 2 dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel
2
Aktivitas
Siswa dalam
Kelompok pada Siklus 2
Kelompok
|
Skor
Perolehan
|
Skor
Ideal
|
Persentase
|
Keterangan
|
Kelompok 1
|
12
|
16
|
75
|
|
Kelompok 2
|
13
|
16
|
81
|
|
Kelompok 3
|
14
|
16
|
88
|
Tertinggi
|
Kelompok 4
|
11
|
16
|
69
|
|
Kelompok 5
|
10
|
16
|
63
|
Terendah
|
Kelompok 6
|
11
|
16
|
69
|
|
Kelompok 7
|
12
|
16
|
75
|
|
Kelompok 8
|
13
|
16
|
75
|
|
Rerata
|
12
|
16
|
74
|
|
Grafik 2
PerolehanSkorAktivitasSiswadalam PBM Siklus II

2)
Hasil observasi
aktivitas guru dalam PBM pada siklus 2 tergolong sedang. Hal ini berarti
mengalami perbaikan dari siklus 1. Dari skor ideal 44, nilai yang diperoleh
adalah 35 atau 80%.
3)
Hasil evaluasi
penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran pada siklus 2 juga tergolong
sedang, yakni dari nilai skor ideal 100 nilai rerata skor perolehan adalah 70
atau 70%.
4)
Hasil ulangan harian
siklus 2 mengalami peningkatan yang sebelumnya 5,48 menjadi 6,53. Ini berarti
naik 1,05.
4) Refleksi dan
Perencanaan Ulang (ReflectingandReplanning)
Adapun keberhasilan yang diperoleh
selama siklus 2 ini, sebagai berikut.
1)
Aktivitas siswa dalam
PBM sudah mengarah ke langkah-langkah model
pembelajarankooperatiftipeNumbered Heads
Together (NHT) . Siswa mampu membangun kerja sama
dalam kelompok untuk memahami tugas yang diberikan guru. Siswa mulai mampu
berpartisipasi dalam kegiatan dan tepat waktu dalam melaksanakannya. Siswa
mulai mampu mempresentasikan hasil kerja dengan baik. Hal ini dapat dilihat
dari data hasil observasi terhadap aktivitas siswa meningkat dari 69% pada
siklus 1 menjadi 74% pada siklus 2.
2)
Meningkatnya aktivitas
siswa dalam PBM didukung oleh meningkatnya aktivitas guru dalam mempertahankan
dan meningkatkan suasana pembelajaran yang mengarah pada langkah-langkah model pembelajarankooperatiftipeNumbered Heads Together (NHT) .
Guru secara intensif membimbing siswa saat mengalami kesulitan dalam PBM. Hal
ini dapat dilihat dari hasil observasi aktivitas guru dalam PBM meningkat dari
61,36% pada siklus 1 menjadi 80% pada siklus 2.
3)
Meningkatnya aktivitas
siswa dalam melaksanakan evaluasi berdampak pada meningkatnya kemampuan siswa
dalam menguasai materi pembelajaran. Hal ini berdasarkan hasil evaluasi diperoleh6,20 pada siklus 1
meningkat menjadi 7,00 pada siklus 2.
4)
Meningkatnya rata-rata
nilai ulangan harian pada siklus 2 menjadi 6,53.
H. Simpulandan
Saran
a.
Simpulan
Setelah membahas hasil penelitian
tindakan kelas yang telah dilakukan, akhirnya dapat diambil simpulan guna
menjawab pokok masalah yang menjadi fokus kajian, yaitu sebagai berikut.
1.
Penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Heads Together (NHT) untuk
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matapelajaranMatematikatentangmembuatdenahdanpetalingkunganrumahdansekolah
menempuh tahapan strategis berikut: (1) menyusun perencanaan berdasarkan
langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)
; (2) melaksanakan pembelajaran sesuai dengan rencana; (3) mengevaluasi
aktivitas dan hasil belajar siswa; dan (4) menindaklanjuti hasil refleksi
terhadap aktivitas dan hasil belajar siswa yang terevaluasi. Proses yang
ditempuh dalam setiap tahapan ini, baik yang dilakukan guru maupun siswa tidak
lepas dari ketentuan yang berlaku, demi tercapainya tujuan yang diharapkan.
Aktivitas belajar siswa bukan saja secara bertahap sesuai dengan norma
pembelajaran ini, tetapi juga hasil yang didapat pun secara bertahap meningkat
pula. Siswa menjadi aktif dan memahami perannya sebagai apa dalam anggota
kelompok kooperatif. Antarsiswa bukan saja tampak merasa senang dan antusias
saat berbagi ide dan bertanya jawab,
tetapi juga santun dalam melakukan hal itu. Itu sebabnya model pembelajaran ini
diterapkan dengan menempuh tahap tersebut guna meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar siswa sebagaimana yang diharapkan.
2.
Penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Heads Together (NHT) , terbukti dapat meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar siswa dalam pembelajaran matapelajaranMatematikatentangmembuatdenahdanpetalingkunganrumahdansekolah.
Selain aktivitas belajar siswa terkesan lebih bermakna (meaningfullearning), potensi aktifnya pun dalam menggali ide,
saling berbagi dan menerima gagasan sehubungan dengan materi ajar, bertanya
jawab dengan teman dan guru, kreatif dalam prakarsa dan tindakan dengan tidak
melukai perasaan satu sama lain, hal ini terjadi pada saat proses pembelajaran
ini berlangsung. Dengan sendirinya, hasil belajar masing-masing siswa setelah
menempuh proses akitivitas belajar secara terlatih ini, meningkat. Hal ini
terbukti dari hasil observasi memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan
aktivitas yang pada siklus 1 hanya rata-rata 69% menjadi 74% pada siklus 2.
Penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran menunjukkan peningkatan. Hal ini
dapat ditunjukkan dengan rata-rata hasil ulangan harian, yakni siklus 1
mencapai 5,48 menjadi 6,53 pada siklus 2.
Melalui langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) , siswa membangun sendiri
pengetahuan, menemukan langkah-langkah dalam mencari penyelesaian dari suatu
materi yang harus dikuasai oleh siswa, baik secara individu maupun kelompok.
b.
Saran
Telah terbuktinya model pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Heads Together
(NHT) dapat meningkatkan aktivitas dan
hasil belajar siswa dalam pembelajaran matapelajaranMatematikatentangmembuatdenahdanpetalingkunganrumahdansekolah,
maka diajukan saran sebagai berikut.
1.
Dalam kegiatan belajar
mengajar guru diharapkan menjadikan model ini sebagai suatu alternatif guna
mencapai tujuan pembelajaran matapelajaranMatematikatentangmembuatdenahdanpetalingkunganrumahdansekolah,
yaitu siswa aktif dalam belajar dan berhasil mencapai hasil belajar yang
diinginkan. Setiap tahapan yang sudah ditempuh, baik dalam perencanaan,
pelaksanaan, maupun evaluasi dan tindak lanjut, akan menjadi lebih baik apabila
direnungkan secara bijak agar diperoleh proses setiap tahapan yang akurat.
2.
Karena kegiatan ini
sangat bermanfaat khususnya bagi guru dan siswa, maka diharapkan kegiatan ini
dapat dilakukan secara berkesinambungan, baik dalam mengelola pembelajaran yang
sama, maupun yang lain di dalam atau di luar mata pelajaran ini.
I.
DaftarPustaka

Arikunto, Suharsimi. 2005. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan.
Jakarta:Bumi Aksara.
Barr, Robert., Bart, James L. &
Shermis, S. Samuel. 1978. The Nature of
The Social Studies. California: ETC Publication.
Borg & Gall. 2003. Educational Research. New York: Allyn
and Bacon.
Depdiknas. 1997. Sumber dan Media Pembelajaran IPS. Pusat
Pengembangan Penataran Guru IPS dan PMP Malang.
Hermawan, Asep. 2007. Pengembangan Profesi Guru Melalui Tindakan
Reflektif dan Aplikatif Diri Menjadi Peneliti Mahir dalam Penelitian Tindakan
Kelas. Makalah: Tidak Dipublikasikan.
----------------------.
2007.
Strategi Peningkatan Kinerja Guru dalam
Mengelola Pembelajaran Melalui Penelitian Tindakan Kelas Secara Profesional dan
Bermutu. Makalah: Tidak Dipublikasikan.
Ibrahim, Muslimin. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya:
University Press.
Idrak, M.,dkk. 2007. Ringkasan Mata Pelajaran Matematika Lengkap.
Yogyakarta: Messemedia.
Kunandar. 2007. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas
Sebagai Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Rajawali Press.
Moloeng, Lexy J. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:
Remaja Rosda Karya.
Mulyasa, E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep,
Karakteristik, dan Implementasi. Bandung : Remaja Rosda Karya.
Natawidjaja, Rohman. 1985. Cara Belajar Siswa Aktif dan Penerapannya
dalam Metode Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Jenderal Dikdasmen
Depdiknas.
Nasution, S. 1989. Didaktik Asas-asas Mengajar. Bandung:
Jemmars.
Sudjana, Nana. 1991. Model-model Mengajar CBSA. Bandung:
Sinar Baru.
-------------------. 2001. Penelitian dan Penilaian Pendidikan.
Bandung : Sinar Baru.
Suprayekti. 2003. Interaksi Belajar Mengajar. Jakarta:
Direktorat Tenaga Kependidikan.
Wachidi. 2000. Inovasi Kurikulum Matematika SMP di Kota Bandung. Disertasi tidak
Diterbitkan: PPS UPI Bandung.
Wiriaatmadja, Rochiati. 2005. Metode Penelitian Tindakan Kelas.
Bandung: Remaja Rosda Karya.
Ijin download Bu Yuyum,,Bu apakah ada versi download bentuk Word/ PDF? terimakasih
BalasHapus